Minggu, 19 Februari 2012

KETENTUAN MENJADI MANUSIAWI


  1. Anda akan menerima sebuah tubuh. Anda mungkin menyukainya atau membencinya, bagaimanapun itu akan menjadi milik anda sepanjang hayat.
  2. Anda akan menerima pelajaran-pelajaran. Anda akan mendaftar di suatu sekolah informal purna waktu yang bernama Kehidupan. Setiap hari di sekolah ini anda akan memiliki kesempatan untuk memperoleh pelajaran-pelajaran. Anda mungkin menyukai pelajaran-pelajaran itu ataupun tidak. 
  3. Tidak ada kesalahan, hanya pelajaran. Perkembangan adalah proses coba-coba: Eksperimen. Eksperimen-eksperimen yang "gagal" pun merupakan bagian dari proses itu, tak ubahnya eksperimen yang "berhasil"
  4. Suatu pelajaran diulangi sampai itu dipahami. Sebuah pelajaran akan diajarkan kepada anda dalam berbagai bentuk sampai anda memahaminya. Ketika anda memahaminya, anda selanjutnya dapat melanjutkan ke pelajaran lain.
  5. Proses belajar itu tidak pernah berakhir. Tidak ada satu pun bagian kehidupan yang tidak mengandung pelajaran. Jika anda hidup, ada pelajaran-pelajaran yang harus dipelajari. 
  6. "Di sana" tidak lebih baik ketimbang "di sini" Ketika "di sana" telah berubah menjadi "di sini", anda benar-benar akan mencari lagi "di sana" yang lain yang sekilas akan terlihat lebih baik daripada "di sini". 
  7. Orang-orang lain sesungguhnya merupakan cermin diri anda sendiri. Anda tidak dapat menyukai atau membenci sesuatu tentang orang lain kecuali itu mencerminkan sesuatu yang anda sukai atau benci tentang diri anda sendiri. 
  8. Apa yang anda perbuat terhadap kehidupan anda sepenuhnya terserah kepada anda. Anda memiliki semua perlengkapan dan sumberdaya yang anda perlukan. Apa yang anda lakukan dengan semua itu, terserah kepada anda sendiri. Pilihan terletak di tangan anda. 
  9. Jawaban-jawaban anda terletak di dalam diri anda sendiri. Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Kehidupan terletak di dalam diri anda. Yang anda perlukan adalah melihat, mendengar dan mempercayai.
  10. Anda akan melupakan semua ini. 
  11. Anda dapat mengingatnya kapan pun anda menginginkan.




(Anonim) - Chicken Soup for the Soul: "Menjadi Kaya & Bahagia"

Sebuah Ikrar Bagi Mereka yang Menderita


Aku meminta kekuatan pada Tuhan, agar aku dapat memperolehnya
Aku diberi kelemahan, agar aku belajar merendahkan hati untuk taat ...

Aku meminta kesehatan, agar aku dapat melakukan hal – hal yang hebat
Aku diberi penyakit, agar aku dapat melakukan hal – hal lain yang lebih baik ...

Aku meminta kekayaan agar aku bahagia
Aku diberi kemelaratan agar aku menjadi bijaksana ...

Aku meminta keperkasaan, agar aku mendapatkan kebanggaan seorang laki – laki
Aku diberi ketidakberdayaan, agar aku merasakan kebutuhan akan Tuhan ...

Aku meminta segala – galanya agar aku dapat menikmati kehidupan
Aku diberi kehidupan agar aku dapat menikmati segala – galanya ...

Aku tidak memperoleh satupun yang kuminta
Kecuali segala sesuatu yang kuharapkan ...
Terlepas dari apa saja yang telah kuminta,
Doa – doaku yang tak terucapkan telah terjawab.

(Roy Campanella)

Dikutip dari Chicken Soup for the Soul: ‘Menjadi Kaya dan Bahagia’.

MULAILAH DENGAN DIRI SENDIRI

Tatkala aku masih muda serta bebas
dan imajinasiku mengembara tanpa batas,
aku bercita-cita untuk mengubah dunia.

Tatkala aku semakin tua dan bijaksana,
aku menyadari bahwa dunia tak akan berubah,
dan aku agak memendekkan sasaranku
serta memutuskan untuk mengubah negeriku saja.

Namun ini pun tampaknya tak dapat diubah.

Tatkala aku kian jauh mengarungi masa tuaku,
dalam suatu upaya yang nekat,
aku berniat keras untuk mengubah keluargaku saja,
mereka yang memiliki hubungan terdekat denganku,
namun aduh... mereka pun tak berbeda.

Dan kini tatkala aku berbaring di ranjang kematianku,
aku tiba-tiba menyadari:
Andai dulu aku pertama kali mengubah diriku sendiri
saja,
melalui teladan barangkali aku berhasil mengubah
keluargaku.

Dari inspirasi dan dorongan mereka,
aku seharusnya mampu memperbaiki negeriku,
dan siapa tahu,
aku mungkin bahkan mampu mengubah dunia.



(Anonim) - Chicken Soup for the Soul: "Menjadi Kaya &
Bahagia"

Senin, 13 Februari 2012

Review Cerita Cinta Enrico

Cerita Cinta Enrico adalah novel terbaru Ayu Utami. Novel ini adalah kisah nyata seorang anak laki - laki, Enrico yang lahir bersamaan dengan Pemberontakan PRRI. Ia menjadi bayi gerilya sejak usia satu hari. Kerabatnya tak lepas dari peristiwa '65. Ia menjadi aktivis di ITB pada era Orde Baru, sebelum gerakan mahasiswa dipatahkan. Merasa dikebiri rezim, ia merindukan tumbangnya Soeharto. Akhirnya ia melihat itu bersamaan dengan ia melihat perempuan yang menghadirkan kembali sosok yang ia cintai sekaligus hindari; ibunya.

Sebelum membuka halaman-halaman dalam buku ini, saya begitu tertarik dengan sampul novel yang berwarna kuning dengan karikatur di setiap huruf yang memuat judul novel tersebut. Sampulnya terkesan ceria. Tapi melihat kartun berseragam loreng dapatlah saya menebak bahwa ia pasti menulis tentang militerisme sebagaimana yang sering kita temui pada banyak novel Ayu sebelumnya.Yang mengusik keingintahuan saya adalah adanya gambar sepatu pantovel yang entah bermakna apa. 

Pantovel itu terjawab ketika saya membaca bab-bab awal yang cukup mengharukan. Saya menitikkan air mata sepanjang membaca bab-bab awal itu. Ini pertama kalinya saya menangis sepanjang saya membaca karya - karya Ayu Utami. Tapi ia terlalu kejam untuk membuat saya menangis sepanjang membaca novel ini. Sikap skeptisnya, kritik-kritik tajamnya terhadap militerisme, agama, tuhan, dan lembaga pernikahan akan kembali kita temui. Kritik tersebut telah menjadi ciri khas dalam karya - karyanya selama ini. 

Novel ini dibagi dalam tiga bagian besar; Cinta Pertama, Patah Hati, Cinta Terakhir. Ketiga hal tersebut merupakan sebuah proses atau tahapan yang lazim dalam sebuah cerita cinta. Dengan alur flash back, sang penulis cukup berhasil dalam mengatur setiap kisah dalam ketiga bagian besar tersebut.

Pada pemulaan cerita, dikisahkan bagaimana Enrico jatuh cinta pada ibunya, cinta pertamanya. Saya kira, cinta pertama adalah cinta paling membahagiakan dalam hidup seorang manusia. Si cinta pertama selalu menjadi model atau sosok ideal bagi cinta - cinta selanjutnya. Kita kerap mengkriteriakan seseorang berdasarkan sosok si cinta pertama. Kadang saking cintanya kita pada cinta pertama, kita cenderung egois, kita kadang tidak memaklumi proses hidup yang memungkinkan seseorang berubah. Kita cenderung memelihara bagian dirinya yang ideal dalam pemikiran kira. Itulah sebabnya pada suatu titik, ketika kita tidak menemukan lagi orang yang sama sebagaimana yang dulu kita idealkan, kita menjadi kecewa, kita menjadi patah hati. Selanjutnya proses itu akan membawa kita untuk mengoreksi kembali kriteria- kriteria ideal yang telah kita tetapkan yang bertolak pada cinta pertama yang istimewa itu. Pada proses tersebut kita akan menjadi terbuka dengan lingkungan di sekitar kita. Kita akan melihat banyak hal baik lainnya yang selama ini tak kita jamah karena kita menutup mata kita pada kriteria- kriteria ideal yang kita tetapkan. Cerita Cinta Enrico sangat baik menggambarkan hal ini.

Bab-bab awal bagi saya begitu penuh cinta. Ayu menampilkan sosok ibu Enrico sebagai perempuan yang begitu istimewa. Dalam keistimewaan itu wajarlah ia menjadi cinta pertama sang anak. Ibu Enrico tidak selazim perempuan-perempuan lain disekelilingnya. Ia cerdas, berpenampilan menarik, dan bersepatu pantovel. Saya suka kebanggaan dandanan ibu Enrico, terutama pantovel yang dinarasikan Ayu dengan sangat manis. 

"Ibuku sangat berbeda dengan perempuan-perempuan lain di sekitar kami. Rambutnya pendek. Sepanjang-panjangnnya sebahu. Pada masa itu, wanita kampung selalu berambut panjang. Dan berkutu. Ibu selalu menghubungkan rambut panjang dengan kutu. Ibu juga selalu memakai rok selutut dan sepatu pantovel - pantovel hitam yang hebat itu - sementara perempuan - perempuan yang lain memakai kebaya, baju kurung, dengan sandal atau bahkan bertelanjang kaki." Cerita Cinta Enrico, hal 4.

Awalnya saya berpikir ini novel ringan, lebih ringan daripada Manjali dan Cakrabirawa dan juga lebih manis. Pada bab-bab awal kita dapat merasakan keterpesonaan yang sama pada sosok ibu yang cerdas, cantik, anggung, sopan, penuh cinta, pandai berdiplomasi dan sebagainya. Ada pula keterlukaan seorang anak ketika sebuah kehilangan yang membawa luka merubah perempuan itu menjadi sesosok yang berbeda. Dalam kisah Enrico yang berlatar perang PRRI, kritik terhadap militerisme tidak begitu emosional. Tapi tidak setelah Enrico patah hati dan kisah hidupnya berlatar rezim yang berbeda. Kritik itu menjadi emosional. Dan saya tidak punya alasan untuk menangisi sebuah hubungan anak dan ibu yang meluntur ketika saya temui kritik-kritik tajam yang benar-benar khas Ayu Utami.  Pada awal cerita si penulis juga cukup sopan dalam mengurai soal seks tapi tidak demikian ketika Enrico bertumbuh dan berproses menjadi seorang lelaki yang merdeka. 

Terlepas dari kevulgaran yang selalu ada dalam karya-karya Ayu, saya mencintai kejujurannya dalam berkarya, kebebasannya dalam bercerita, dan kecerdasannya dalam memilih dan menyusun kata - kata. Ia memenuhi kehausan saya pada cerita-cerita cinta yang tak picisan. Saya bangga pada kekonsistenannya membawa sejarah dan khazanah budaya Indonesia dalam karya-karyanya. Saya senang setiap kali menemukan karakter tokoh-tokohnya diwakili karakter dalam pewayangan atau cerita alkitab. Jujur, saya mulai tertarik pada sejarah (sesuatu yang saya benci semasa sekolah) dan budaya Indonesia (yang selalu tak saya pedulikan) sejak membaca karya-karyanya. Ia menularkan kecintaan yang dalam terhadap Indonesia.

Cerita Cinta Enrico adalah sebuah novel yang manis untuk dibaca pada Valentine's day. Namun bagi saya, ia tak semanis kisah cinta Parang Jati dan Marja dalam Manjali dan Cakrabirawa. Meski secara keseluruhan cerita Cerita Cinta Enrico jauh lebih indah ketimbang Manjali dan Cakrabirawa, namun tak banyak narasi - narasi indah yang menggetarkan dapat saya kutib seperti dalam Manjali dan Cakrabirawa. Kartu pembatas halaman yang mengutip teks ini; "Hidup adalah permainan. Tapi hidup juga tidak boleh dikuasai permainan." Bagi saya, tidak menggambarkan keseluruhan cerita sebagaimana kartu pembatas halaman Manjali dan Cakrabirawa yang mengutip (kebetulan yang tidak hanya kebetulan belaka) yang cukup mewakili cerita di dalamnya. 

Tapi terlepas dari hal itu, saya sungguh merekomendasikan novel ini untuk dibaca. Kalau kau menyukai karya yang berkualitas, bacalah karya-karya Ayu Utami.

Sabtu, 11 Februari 2012

Prosesi Paskah Di Larantuka (Bagian 2: Doa - Doa Syukur di Kota Renya)

Tiba pada kamis sore, 21 April 2011, saya melewatkan prosesi Rabu Trewa dan Prosesi lainnya pada kamis pagi. Tapi beruntungnya acara puncaknya pada Jumat Agung bisa saya ikuti.

Prosesi paskah di Larantuka dikenal dengan Samana Santa. Perayaan ini sebenarnya telah dimulai sejak pembukaan masa puasa pada hari Rabu Abu. Sepanjang pekan-pekan suci, masyarakat Larantuka melakukan kegiatan doa bersama di gereja dan kapela - kapela kecil (tori). Ada banyak sekali Tori di Larantuka. Sebagian besar dibangun untuk menyimpan patung - patung kudus peninggalan jaman Portugis. Tersebarnya Tori di Kota Larantuka membuat saya selalu merasakan kesakralan yang besar. Saya kira, jiwa saya akan sangat tentram bila menetap disana. Saya rekomendasikan Larantuka bagi anda yang ingin menghabiskan masa tua yang tentram dan religius.

Inilah rangkaian prosesi Paskah yang sesungguhnya mesti diikuti sejak hari rabu.

Rabu Trewa
Pada hari ini diadakan doa-doa di kapela-kapela dan pada sore harinya diadakan  lamentasi (Ratapan Nabi Yeremia) di gereja Katedral. Lamentasi dilakukan menurut ritus Romawi jaman dahulu. Pada saat ini, Larantuka menjadi "Kota berkabung"; sunyi senyap, tenang, jauh dari hingar-bingar, konsentrasi pada kesucian batin dan kebersihan hidup.


Kamis Putih
Kota Larantuka hening pada hari ini. Di siang hari dilakukan kegiatan "tikan turo" (menanam tiang-tiang lilin) pada sepanjang jalan raya yang menjadi rute prosesi. Tugas ini dilakukan oleh para mardomu sesuai "promesa-nya" (nasarnya).

Sementara itu, di kapela Tuan Ma (Bunda Maria) dilakukan upacara "Muda Tuan" (upacara pembukaan peti yang selama satu tahun ditutup) oleh petugas Confreria yang telah diangkat melalui sumpah. 

Arca Tuan Ma (Patung Bunda Maria) akan dibersihkan dan dimandikan kemudian dilengkapi dengan busana perkabungan, sehelai mantel warna hitam, ungu atau beludru biru. Kegiatan ini dilakukan oleh lima suku besar di Larantuka. Kegiatan memandikan Patung Bunda Maria ini tertutup untuk umum. Namun, setelah pemandian, warga akan mengambil air mandi di bak lalu dipindahkan ke botol untuk dibawa pulang. Air ini diyakini memiliki khasiat.
Tuan Ma hanya dikeluarkan setahun sekali saat rangkaian Paskah. Umat diberi kesempatan umat untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonannya dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).

Pintu kapela Tuan Ma dan Tuan Ana baru dibuka pada pagi pukul 10.00. Sesuai tradisi, Bapak Raja keturunan Diaz Viera Godinho yang membuka pintu kapela. Sesudah dibuka baru dimulai kegiatan pengecupan Tuan Ma dan Tuan Ana (Cium Tuan) yang berlangsung dalam suasana hening dan sakral.

Sayangnya saya tak bisa mengikuti prosesi ini. Prosesi Paskah saya di Larantuka dimulai dengan misa kamis putih di Lewohala. Suasana misa disana jauh berbeda dengan di Kupang. Mungkin karena disana umat katolik begitu fanatik dengan tradisi - tradisi keagamaan. Sebagian besar masih mempertahankan tradisi - tradisi jaman Portugis. Para conferia bisa kita temui di setiap gereja. Sungguh sebuah semangat yang memelihara kesakralan dan keimanan yang teguh.


Jumat Agung
Prosesi Jumat Agung merupakan perarakan menghantar jenasah Yesus Kristus yang memaknai Yesus sebagai inti sedangkan Bunda Maria adalah pusat perhatian, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa).

Pada hari Jumad pagi sekitar pukul 10.00, ritus Tuan Meninu dari Kota Rewido digelar. Kapela Tuan Meninu terletak di tengah pemukiman dan menghadap ke laut. Saya merasakan sebuah perkabungan besar ketika berada di tengah kota Larantuka. Semua orang berbaju serba hitam, tidak hanya para petugas di tiap kapela tapi juga para peziarah. Saya belum pernah mengalami Jumat Agung yang demikian berkabung.


Untuk masuk ke dalam kapela Tuan Meninu, kita harus menitipkan tas, menonaktifkan ponsel, dan melepas alas kaki. Sejak dari pintu masuk, kita berarak sambil berlutut ke dalam kapela.

Suasana di dalam kapela sungguh sebuah perkabungan. Mereka yang berwenang atas kapela tersebut telah ada di dalam kapela, memanjatkan doa - doa dan lagu - lagu. Kita berarak dan mencium patung - patung yang ada di sana. Sebagian besarnya tertutup, hanya yang berwenang saja yang diperbolehkan membuka. Kita juga berkesempatan untuk memanjatkan doa. Setelah itu, lilin yang kita bawa diberikan kepada petugas.

Patung dari Tuan Meninu ini akan diarak lewat laut menuju katedral. Perarakan ini dikenal juga dengan prosesi bahari. Prosesi itu baru akan digelar pada tengah hari.

Sambil menanti waktu prosesi, saya dan saudara - saudara memutuskan untuk pergi mengunjungi kapela Wure di Adonara. Disana terdapat patung Tuhan Yesus yang besar sekali dan kelihatan hidup.Patung itu adalah perubahan wujud seorang lelaki yang ditemui seorang nenek ketika hendak berlayar dengan perahunya. Disana ada pula ayam dan perlengkapan si nenek yang juga berubah jadi patung.

Perjalanan ke Wure melewati laut menggunakan kapal motor. Kapelanya berada di dekat pantai, tak jauh dari dermaga. Sepanjang perjalan kesana telah terpasang tiang-tiang lilin untuk prosesi Jumat Agung. Sebagaimana di kapela Tuan Meninu, kita harus menitipkan tas dan tidak mencipta keributan dengan ponsel. Sebelum memasuki kapela, kita bisa membeli sebotol air mineral dan diserahkan ke panitia. Air kita akan ditambahkan dengan air dari kapela untuk dibawa pulang. Air tersebut dapat diambil setelah kita melakukan penyembahan di kapela. Selain air, diberikan pula minyak. Keduanya diyakinia memberi berkat bagi kita.


Perarakan menuju kapela juga dengan bertelanjang kaki dan berlutut. Di dalamnya telah ada orang-orang yang berwenang atas penyelenggaraan prosesi. Mereka memanjatkan doa dan nyanyi- nyanyian juga menjaga setiap patung yang ada di dalam sana.


Dengan pengaturan waktu yang baik kita tak akan terlambat untuk prosesi bahari. Saya tidak beruntung untuk yang satu ini. Saya sarankan sebaiknya ke Wure terlebih dahulu sebelum ke Tuan Meninu dan diusahakan sepagi mungkin.


Kembali pada prosesi bahari, Tuan Meninu diarak lewat laut.

Prosesi pengantaran Tuan Meninu diawali oleh satu orang terpilih dari suku khusus yang menjunjung patung Tuan Meninu dari atas kapel menuju sampan khusus. Pada sampan ini, Tuan Meninu diletakkan di bagian depan dan satu orang pembawanya di belakang. Prosesi pengantaran ini diiringi warga menuju ke armida (tempat penataan patung) di dalam Kota Larantuka.

Untuk membuka jalan, anak-anak suku khusus berada di barisan depan iringan prosesi laut dari seberang Larantuka ini. Satu sampan berisi dua anak suku yang disebut laskar kecil. Sebanyak 7-8 sampan laskar kecil ini mengawal Tuan Meninu. Di belakangnya, warga mengikuti prosesi laut menuju ke pesisir. Perjalanan laut menuju Pohon Sirih berlangsung satu jam. Di pesisir pantai, warga dari dalam Kota Larantuka sudah menunggu. 

Setibanya di Pohon Sirih, Tuan Meninu diantar menuju armida Pohon Sirih. Selanjutnya, warga berjalan menuju kapel Tuan Ma, lalu menjemput Tuan Ana, dan bersama warga menuju Gereja Katedral Larantuka. Uniknya sampan-sampan yang akan digunakan beraksesoris serba hitam. Benar-benar terasa suasana duka.


Pada jam tiga sore, sebagaimana lazimnya digelar misa Jumat Agung, disitu akan diakan penciuman salib dan pembacaan kisah sengsara Tuhan Yesus.
Kemudian, Malam puncaknya adalah perarakan Arca-Arca kudus mengelilingi Kota Larantuka.

Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi kota Larantuka menyinggahi 8 buah perhentian (armada) yakni : (1) Armida Missericordia, (2) Armida Tuan Meninu (armada kota), (3) Armida St. Philipus, (4) Armida Tuan Trewa, (5) Armida Pantekebi, (6) Armida St. Antonius, (7) Armida Kuce Armida, dan (8) Armida Desa Lohayong (www.florestimurkab.go.id)

Sepanjang perarakan, umat membawa lilin dan berdoa. Luar biasa, disepanjang perjalanan, lilin - lilin menyala pada tiang - tiang lilin. Para Peziarah berjalan berkelompok dan memanjatkan berdoa sepanjang perjalanan. Pada setiap perhentian patung di tiap Armida, peziarah juga berhenti. Pada saat itu kita akan mendengar kumandang Ofos yang membuat merinding. Di setiap Armida berjaga mereka yang berwenang bagai menjaga orang mati. Semua serba berpakaian hitam dan khusyuk berdoa. Dan di setiap rumah yang dilewati arca, si pemilik ruman meletakkan patung - patung atau gambar -gambar kudus di depan rumahnya dengan diterangi lilin. pintu - pintu rumah pun dibuka lebar.

Perarakan akan berakhir kembali di katedral. Ada yang unik di sini. Para pembawa peti adalah mereka yang mempunyai nazar khusus. Mereka telah menjalani puasa dan persyaratan lainnya. Wajah mereka ditutupi bahkan matapun sulit dilihat. Di Katedral Ofos kembali dikumandangkan.

Setelah berkat dan perutusan, umat masih diperkenankan untuk mencium patung Tuan Ma.


Sabtu Santo
Rangkaian Tri hari Suci Berakhir pada Sabtu Santo. Pada pagi hari, arca-arca diarak kembali ke Kapelanya dan baru akan dikeluarkan tahun berikutnya


Pada malam hari digelar misa malam paskah. Lonceng gereja kembali berdentang saat lagu kemuliaan kembali dinyanyikan. Kita bersuka cita, Kristus telah menderita dan bangkit untuk menebus dosa - dosa kita.


Harapan
Betapa bahagia saya mempunyai kesempatan merayakan paskah disana. Ada tradisi kuno yang mengizinkan saya merenungi pengalaman iman yang luar biasa selama sepuluh tahun ini. Karya Tuhan begitu luar biasa.

Saya harap, saya berkesempatan mengikuti prosesi disana lagi pada tahun-tahun yang akan datang.