Rabu, 04 April 2012

JODOH (2): “Carilah yang Seiman dan Seimbang”

“Carilah yang seiman dan seimbang”, Loniwati V. Mabilehi, S.Si

Beberapa hari ini saya tersiksa dengan perkenalan saya dengan seseorang. Kembali seorang teman memperkenalkan saya dengan seorang pria dengan maksud menjodohkan kami. Saya menyambut baik karena dua tahun belakangan ini, hal itu lazim saya jalankan. Sesuatu seperti ini juga bagian dari proses penemuan tambatan hati. Saya katakan tersiksa karena ia hadir pada situasi yang sedikit tidak bersahabat, saya sedang sangat sibuk dan sedang sangat sepenuh hati dengan beberapa pekerjaan. Pada saat itu, keinginan untuk memiliki pasangan sementara menguncup. Tapi tetap saya sambut perkenalan karena bagaimanapun hal ini baik. Mengenal orang itu menyumbang terbukanya jaringan baru dalam hidup kita. Orang – orang datang dari latar belakang yang berbeda. Bagi saya yang menggemari dunia kepenulisan, hal ini juga dapat mengembangkan pengetahuan saya tentang karakter orang dan hal – hal lainnya. 

Bersua Pandang

Perkenalan kami dimulai lewat sms. Saya adalah jenis manusia yang langsung excited pada orang-orang baru. Kegairahannya sama besarnya dengan ketika kau menemukan pengetahuan baru atau berada di tempat baru. Selalu ada rangsangan keingintahuan. Tapi saya bukan jenis perempuan yang asal ada lelaki yang datang langsung bersuka-cita, asal jenisnya lelaki langsung ingin memilikinya. Perempuan dan lelaki ibarat kation dan anion, dua orang berbeda jenis bagai dua muatan berlawanan jenis, selalu ada gaya tarik menarik antara keduanya. Itu hukum alam. Namun daya tarik itu sangat dipengaruhi oleh keelektropositifan dan keelektronegatifan serta jarak. Saya suka menyertakan rumus fisika klasik ini:
F = k x (q1xq2)/r2

Gaya (F) berbanding terbalik dengan kuadrat jarang (r2) yang memisahkan kedua benda bermuatan (q1 dan q2).
Percakapan lewat sms atau jejaring sosial adalah langkah awal yang baik. Tapi pada proses itu orang-orang dipisahkan dalam jarak yang besar. Gaya tarik masih kecil. Kita butuh sua pandang, agar bisa saling melihat dan mengalami bersama berbagai hal. Respon seseorang terhadap suatu persoalan akan membuat kita mengetahui seperti apa orang itu. Karena itu, saya agak sedikit skeptis dengan orang-orang yang bisa jadian lewat sms tanpa bersua pandang. Meski begitu, saya sangat kagum pada beberapa teman yang memulai hubungan mereka lewat sms atau jejaring sosial lalu berakhir dengan sangat baik. Termasuk pula mereka yang menjalankan long distance relationship.

Saya pribadi, bukan tidak mau tapi enggan untuk menjalankan proses tersebut. Latar belakang kehidupan saya sulit mengijinkan saya untuk melakukan semua tadi. Selama delapan tahun keluarga kami terpaksa menjalankan long distance relationship, sehingga saya cukup kenyang dengan dampak negatif dan positif dari hubungan jarak jauh itu. Bagi saya, hubungan demikian sangat ‘tidak sehat’. Akan ada ruang kosong dalam hati yang sulit ditambal. Kehilangan kebersamaan itu sama seperti kehilangan kesempatan menyaksikan babak – babak berarti dalam perkembangan hidup seorang manusia.

Tapi saya sepakat jika sms atau percakapan via jejaring sosial mampu mencetus sebuah hubungan. Beberapa orang bisa jatuh hati dalam percakapan – percakapan tanpa sua pandang itu. Rasanya memungkinkan jika kondisi dan karakter seseorang dapat terjejak lewat apa yang disampaikannya. Untuk yang satu ini, saya lebih menaruh kepercayaan pada jejaring sosial seperti facebook atau twitter. Para pengguna jejaring sosial itu cenderung sangat impulsif. Terlalu banyak postingan yang sepele, seperti sedang mandi, makan, sampai mungkin kentut pun ditulis. Ada efek selebritas yang tanpa sadar dinikmati. Segala hal harus dipublikasi. Maklum, modernitas telah melapangkan kesibukan dan membatasi sua sehingga melarikan orang pada jejaring sosial yang mengkerdilkan dunia dan memperluas interaksi antar manusia yang nyaris tanpa batas. Tak ada kelas-kelas sosial di jejaring sosial. Ini memungkinkan orang lebih leluasa bergaul. 
Karakter seseorang bisa terbaca dari keimpulsifannya atau apa saja yang disampaikannya di sosial media. Penggunaan bahasa sangat dipengaruhi oleh pola pikir yang dilatar belakangi oleh proses hidup seseorang.

Terkait dengan itu, saya pun sempat jatuh hati dengan seorang pria lewat sms. Pria ini langsung terasa menarik saat saya melihat pola pengetikan smsnya. Biasanya ketika bersms, orang mengabaikan tanda baca dan segala aturan kepenulisan. Tapi pria yang satu ini cukup teratur. Saya duga ia orang yang sistematis. Dengan tanda baca ia memenggal kalimat dengan baik, ini memungkinkan orang untuk memahami dengan baik maksudnya. Terkadang bahasa sms itu berpotensi ambigu. Ia menggunakan enter untuk memisahkan bahasan baru dan bahasan lama. Biasanya pengetik sms menghindari hal ini demi menghemat penggunaan pulsa. Tapi ia konsisten dengan hal itu. Saya menyimpan sms-smsnya karena saya sangat tertarik dengan pola pengetikannya. Saya saja, yang terbiasa disiplin dalam penggunaan tanda baca dan aturan penjedaan dalam setiap proses penulisan tak mampu menerapkan dan mempertahankan kedisiplinan itu ketika mengetik sms. Saya selalu memikirkan kepraktisan ketika bersms. Tapi orang ini tidak mengabaikan usaha untuk membuat orang memahami maksudnya di dalam kepraktisan sebuah sms. Orang seperti ini tanpa gombal pun saya suka apalagi jika ia menggombal.

Komunikasi tanpa sua pandang yang menyamankan orang akan menjadi modal awal yang baik pada proses selanjutnya. Selama pendekatan, intensitas berkomunikasi juga penting. Tapi sebagai perempuan bekerja, saya tidak suka dengan pria yang nyaris setiap menit mengirim sms. Ini seolah tak memahami sikon. Tahu waktulah.

Untuk orang terakhir yang di awal tulisan ini saya ceritakan, sejujurnya saya tidak terlalu punya mood yang baik. Ia hadir pada saat yang tak bersahabat. Selain itu, perempuan adalah makhluk yang ditenagai hati yang kuat. Perempuan cenderung dituntun kata hati dan firasatnya.

Sua pandang akan menjadi bahan pertimbangan selanjutnya.

Bagi saya, lelaki itu makhluk yang beruntung. Ketertarikan perempuan biasanya bukan ketertarikan visual. Buat saya tak penting tampang. Perempuan selalu meninjau hati. Tapi lelaki adalah sebaliknya.

Saya agak sayangkan pengalaman saya yang baru usai, kadang sebagian lelaki kurang hati – hati. Kadang sebagian lelaki terlalu terburu – buru. Saya maklumi pemikiran ini; “If I’m single and you’re jomblo mengapa kita harus memakan terlalu banyak waktu untuk berbasa – basi?”, tapi seorang lelaki dewasa yang hendak menikah seyogyanya memahami karakter perempuan yang juga memiliki kehendak yang serupa. Biasanya perempuan pada usia menikah cenderung untuk sangat berhati – hati dalam memilih pasangan. Mereka mungkin lebih menginginkan keterikatan yang menjanjikan, tak semata penjajakan saja. Karena itu, tuntunan kata hati menjadi penting. Orang – orang yang dijodohkan teman – temannya setidaknya dibekali referensi karakter dari para penjodoh mereka. Ini adalah pengetahuan paling minimal yang bisa menjadi dasar ketertarikan dan bagaimana kau harus bersikap pada sua pertamamu. Saya memaklumi penopengan diri pada sua pertama. Kita harus menahan sebagian karakter kita agar kita dapat menarik simpati lawan jenis pada awal perkenalan. 



Heart Beat

Sekali lagi, ketertarikan lelaki adalah ketertarikan visual, ini mungkin akan menjadi pertimbangan pertama mereka ketika bersua untuk pertama kali.  Tapi perempuan dituntun kata hatinya. Bahasa tubuh dan bahasa lisanmu akan lebih mempengaruhi penilaian daripada face. Bagi saya, agak ceroboh jika hanya berdasarkan ketertarikan visual dan bermodal sedikit referensi yang tak dipahami benar, seorang lelaki langsung melamar diri menjadi kekasih. 

Beberapa perempuan akan bersimpati dengan keberanian ini, ditembak pada sua pertama. Beberapa teman menyayangkan saya yang tak menangkap kesempatan itu. Ini bukan masalah apakah saya mau membuka hati atau tidak, pun bukan karena tiba – tiba cinta pertama saya muncul. Terlepas dari uraian lain dalam tulisan ini, ingin saya konfirmasikan pada beberapa teman bahwa dasar kekagetan saya yang telah berujung pada penolakan adalah firasat saya yang tak mendukung saya untuk mengijinkan proses selanjutnya. Hati saya telah memberi penolakan sejak awal. Jika kalian bertanya mengapa, saya tidak tahu. Dengan kebiasaan saya yang selalu dituntun firasat, saya akan memenangkan hati saya di atas apapun. Ini suatu ketaknyamanan yang sangat tak bisa saya jelaskan. Hanya mampu saya raba tapi tak bisa saya bahasakan. Ini bukan karena orang itu memiliki sifat yang buruk atau sosoknya tak sesuai selera. Saya meyakini semua orang itu baik. Hanya saja insting saya tak baik. Mungkin lebih ke ada sebagian karakter orang itu yang saya pikir tidak akan menghasilkan ikatan dipol dengan karakter saya. Dan penggunaan bahasanya mempertegas hal itu. Terserah kalian berpendapat apa. Saya adalah seorang introvent yang dalam sejarah pergaulan saya, hubungan keakraban begitu mudah tercipta tapi untuk menjadi nyaman berbicara dengan seseorang saya harus meninjau hati saya. Biasanya ini proses yang alami tanpa pertimbangan apapun.

Jika keterburu-buruan tadi berlangsung di masa remaja, itu tak akan menjadi suatu masalah. Tapi pada usia menikah pertimbangkan keyakinanmu sematang mungkin.
Keterburu-buruan lelaki yang tanpa perhitungan adalah suatu kecerobohan. Jangan biarkan ketertarikan visual membuat kau melesat tanpa mempertimbangkan bagaimana karakter perempuan yang kau dekati. Referensi teman hendaknya dipahami. Beberapa perempuan ingin sedikit luang untuk mempertegas keyakinannya sebelum terikat. Pelajari apakah ada sinyal ketertarikan di setiap percakapan sebelum sua pandang (via sms). Jika tidak, jangan terlalu terburu – buru dan ceroboh. Perhitungkan dan berhati – hatilah. Perempuan itu terkadang sulit dipahami. Tapi kesabaranmu dalam memahami adalah sesuatu yang akan dipertimbangkan. Jangan melesat hanya bermodal pengetahuan tentang keunggulan seseorang tanpa analisa terhadap bagaimana kira – kira ia. Setiap pada diri seseorang entah itu pekerjaan, teman-temannya, kegemarannya terkoneksi pada karakter, pola pikir, dan pola hidupnya. Mengertilah itu baik – baik.

Pertimbangan perlu karena heart beat tak dapat kita jejaki dari diri masing – masing pada sua pertama. Rasa suka yang akan berkembang pada keinginan untuk terikat jika ada heart beat, debar aneh yang selalu ada ketika orang jatuh cinta.

“Yang buat pacaran berbeda dengan teman itu kan heart beat. Hubungan tanpa dag dig dug itu teman biasa, bukan someone special. Cewe selalu dengar kata hati.” Judith E. Seran, S.Si

Heart beat itu alami. Pada beberapa kasus cinta pada pandangan pertama, heart beat mungkin muncul di sua pertama. Tapi, tapi, dan sekali lagi tapi, pertimbangan itu perlu. Lelaki memang cenderung untuk lebih aktif dan memang harus aktif dalam memulai hubungan. Sekalipun wajahmu secakap Jensen Ackles, perempuan pada usia menikah tetap akan memberi pertimbangan pada sua pertama. Hanya sedikit yang mengambil kenekatan dengan langsung menerima.

Sahabat saya, Miss Judith, bilang lelaki tak boleh asal tabrak tanpa perhitungan. Pertimbangkan target yang akan kau dekati. Jangan percaya diri tanpa analisa. Meski ketertarikan perempuan bukan ketertarikan visual, namun suatu kewajaran jika perempuan cantik ingin memiliki lelaki tampan, yang cerdas ingin yang jauh lebih cerdas darinya. Tapi pemikiran seperti itu akan tergerus melalui suatu proses. Pada akhirnya lelaki yang tak cukup cakap untuk yang cantik dan tak cukup pintar untuk yang pintar akan diterima jika dalam proses ia sanggup mengusahakan segala sesuatu yang membuat calon pasangannya nyaman dan punya heart beat padanya. Heart beat bisa dibangun dalam sebuah proses.

Beberapa sahabat saya yang lelaki pada usia menikah terkesan sangat hati – hati ketika menawar diri menjadi kekasih. Pada usia ini, ketertarikan visual harus disikapi dengan benar. Jangan ceroboh. Pada usia menikah, lelaki sering memperhitungkan latar belakangnya dan segala yang ada pada dirinya sebelum ia melamar diri menjadi kekasih. Ketika hendak mencari istri, ia pasti paham bahwa menikahi perempuan tak sebatas menikahinya sebagai seorang pribadi tapi juga menikahi seluruh keluarga besarnya. Ia harus cukup ‘bermodal’ guna menerima keyakinan pasangan dan keluarganya.
Sangat penting untuk mengizinkan pengolahan lebih lanjut dari ketertarikan-ketertarikan visual dan karakter – karakter baik yang mendasari rasa suka, sebelum seorang lelaki melamar diri menjadi kekasih. Nyamankan perempuan pada sua pertama. Pastikan itu sebelum melangkah lebih jauh. Izinkan luang untuk mengenal lebih jauh.

Lebih baik menahan perasaan daripada menjadi ceroboh. Tak langsung menawar ikatan pada sua pertama akan membantu perempuan menumbuhkan perasaan lebih terhadap lelaki. Sebagian perempuan sangat menikmati rasa penasaran apakah lelaki terdekatnya jatuh cinta padanya atau tidak. Heart beat akan semakin asyik dan hebat ketika lelaki mau menunda waktu. Lelaki yang matang pengalaman akan pandai menghitung waktu, ia akan pandai menduga pada titik mana ia harus mempertegas perasaannya. Penguluran waktu yang terlalu lama akan sama buruknya dengan tabrakan tanpa perhitungan yang dimaksud Miss Judith. Penguluran waktu yang terlalu lama akan melayukan heart beat. Perempuan akan bingung dan bertanya - tanya apakah sinyal ketertarikan yang kau beri selama ini memang benar adanya? Perempuan mungkin akan berpikir pula ia salah menafsir sinyal. Jika kau mengulur waktu terlalu lama karena tak punya keberanian mengungkapkan perasaan, lihat saja, tak lama peluangmu akan disambut kompetitormu. Perempuan itu selalu menuntut kepastian.

Perhitungkan waktu. Beri ruang untuk menumbuhkan heart beat. Ketika sinyal - sinyal telah cukup penuh, lamarlah ia menjadi kekasih. Jangan mengulur waktu terlalu lama.

Heart beat memegang peranan yang besar, ialah yang mencetus rasa cinta. Atas dasar ini, saya sering kecewa jika pasangan PDKT akhirnya tak jadi pacar. Atas dasar ini pula, selama sepuluh tahun saya mencintai lelaki yang sama, lelaki yang saya yakini sebagai cinta pertama saya.  

Heart beat bagi lelaki cinta pertama saya begitu terpelihara. Beberapa orang meyakini hal itu terjadi karena saya tak membuka hati bagi orang lain. Selalu saya sangkal hal ini. Memang bagi setiap perempuan, lelaki cinta pertama adalah sosok panutan, sosok ideal. Tapi mau saya katakan, manusia itu berkembang seturut proses yang ia jalani. Kau tidak dapat menilai saya yang sekarang sama seperti saya sepuluh tahun lalu. Berlatar belakang proses hidup yang saya jalani selama sepuluh tahun, maka karakter lelaki cinta pertama saya tak lagi sosok ideal bagi karakter saya sekarang. Tapi karena heart beat yang entah mengapa masih terpelihara, saya selalu senang setiap kali ia muncul atau setiap kali saya bercerita tentangnya. Selama bertahun - tahun kami telah dipisah jarak beratus kilometer, gaya elektrostatik mungkin tak besar, tapi heart beat yang masih subur membuat saya percaya, saya punya ikatan kosmik dengan lelaki ini sehingga entah bagaimana kami selalu terhubung. Jika engkau meminta penjelasan lebih lanjut, saya hanya bilang, saya juga tidak paham. Saya tidak pernah menutup hati. Jika saya menutup hati, lalu mengapa saya mau menerima perjodohan atau membuka peluang pada beberapa lelaki? 

Heart beat itu reaksi alami. Dan bukankah rumusan fisika klasik di atas tak berlaku bagi elemen mikroskopik. Konsep atom modern mengabaikan jarak. Posisi adalah sebuah kebolehjadian. Anggaplah cinta adalah elemen mikroskopik maka ia tunduk pada konsep kimia modern, konsep kebolehjadian, probabilitas, peluang. 

Heart beat memungkinkan konsep ikatan berdasakan jarak terabaikan.

Beberapa kunci tidak akan menancap pada gembok. Beberapa mungkin akan menancap disana. Tapi hanya yang cocok yang akan membuka gembok. Hati manusia seperti itu. 
Menemukan seseorang yang akan menjadi pasangan seperti berjalan dalam labirin (baca kembali tulisan saya sebelumnya tentang Jodoh).


Seiman dan Seimbang

Sebelum saya mengurai banyak hal ini, kemarin teman saya Loni meringkasnya dengan nasihat ini, “Vie, carilah jodoh yang seiman dan seimbang”. Katanya seiman, karena agama adalah hal yang dasariah dalam kehidupan manusia. Seimbang karena kita akan menghabiskan seumur hidup dengan orang itu. Jangan sampai ada hal – hal yang akan kita sesalkan di kemudian hari. Seimbang disini tidak berarti ia cantik maka saya harus tampan. Ia cerdas saya juga harus cerdas. Love is blind. Jika kau dapatkan heart beat maka tak usah pikirkan yang lain. Teman saya Efni Amelia sering bilang, ketika jatuh cinta tai kambing terasa coklat. 

Tapi saya yang mencari teman hidup akan mencari pasangan yang seimbang. Upaya mencapai keseimbangan didapat melalui sebuah proses yang menyeluruh tidak sebatas pada kesan sua pertama.  Keseimbangan itu seperti ini, pada sua pertama sikapnya harus memicu saya untuk memberi ia kesempatan untuk mengenal saya lebih jauh demikian pula sebaliknya. Saya harus mampu mengatasi perasaan-perasaan yang tak mampu saya jabarkan yang mengganjal dan memberatkan saya. Saya tidak akan memaksa diri melanjutkan hubungan dengan lelaki yang membuat saya tak nyaman sejak awal. Seimbang berarti ia memahami segala – galanya yang ada dalam diri saya demikian sebaliknya. Seimbang berarti tak ada pada kami yang terganjal. Tak ada pada kami sesuatu yang tak bisa diterima atau dengan terpaksa diterima hingga akhirnya menjadi masalah pada rumah tangga kami kelak. Seimbang berarti visi dan misi membangun rumah tangga kami sama. Seimbang itu kami saling menerima kelebihan dan kekurangan masing – masing, saling menghormati, dan menghargai, juga saling mendukung dalam perkembangan pribadi masing – masing sebagai seorang manusia.

Keseimbangan perlu untuk mengatasi ketimpangan tak terelakan yang memicu saling menyakiti dalam kehidupan berumah tangga yang kami bangun. Akan lebih baik jika pasangan itu saling menghargai, bebas dari tekanan saling memangkas ruang gerak, saling menghalangi kemajuan dan kesempatan mengembangkan diri sebagai seorang manusia.

Sebagai perempuan yang ingin menikah, saya tidak ingin membuang waktu dengan orang yang tak membuat saya sangat tidak nyaman sejak awal, sangat tidak nyaman yang terkait dengan adanya firasat tidak enak dan keterpaksaan yang tak mampu saya atasi. Saya ingin gembira ketika memulai sebuah hubungan. VT, teman lama saya pernah bilang awal yang baik akan memungkinkan proses yang baik.

Bagi saya keseimbangan dalam pernikahan tercapai ketika ada kesetaraan dalam peran suami istri. Lelaki yang sering diposisikan sebagai pemimpin tidak harus menjadi pihak berkuasa yang cenderung menekan. Ia tidak harus tersinggung ketika karier atau finansial istrinya jauh lebih maju. Ia tidak harus menghalangi pengembangan kepribadian dan pembatasan hal – hal positif yang akan dilakukan istrinya selama si istri mampu membagi waktunya untuk rumah tangganya. Menikahi perempuan bukan membeli pembantu atau pengasuh anak – anak. Menikahi  lelaki bukan menikahi investor hidup. Cinta itu tidak sebatas pada saya memiliki heart beat dengan ia dan saya ingin menikahi ia. Jika saya sungguh mencintai pasangan saya, saya akan menerima kelebihan dan kekurangannya bukan untuk menjadi beban bagi saya tapi mencintai pula semuanya itu. Menghormati pasangan adalah bagian dari mencintainya. Siapapun pasangan saya, bagaimanapun ia kelak, ketika saya memutuskan untuk menikahinya tak akan saya sesalkan segala karakternya di kemudian hari. Ketika saya mencintainya saya berdamai dengan hati saya dan menerima baik buruknya orang itu dan mengakrabi ia seumur hidupnya.

Tidak ada yang ideal di dunia ini. Namun, seperti konsep kimia yang penuh dengan usaha pencapaian keseimbangan mulai dari ranah sub atomik sampai senyawa yang kompleks, maka kehidupan manusia yang tunduk pada hukum alam pun menjalani proses yang sama. Selalu ada usaha untuk mencapai keseimbangan. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, tapi manusia dapat mengusahakannya melalui rangkaian proses dalam kehidupannya. 


Penutup
Yang saya sampaikan disini tak untuk menggurui. Saya hanya berbagi pengalaman dan mengeluarkan isi kepala saya. Semoga ini dapat menjadi bacaan asyik bagi para lajang dan bujang. Apapun usaha kita, jodoh itu sudah ada kita hanya perlu berproses untuk mendapatkannya (baca kembali tulisan saya yang terdahulu (2011) tentang jodoh di blog ini).



Selamat mencari jodoh.
Vebronia Maria Dona









Rabu, 28 Maret 2012

Gelar Kesarjanaan, Idealisme, dan Tanggung Jawab


Pagi 3 Maret 2012, masih di atas tempat tidur, saya membaca sebuah berita yang menarik di kompas.com; FMIPA Universitas Diponegoro berubah nama menjadi Fakultas Sains dan Matematika (FSM). Salah satu alasan pergatian nama karena saat ini nama FMIPA tidak populer di dunia internasional, sehingga menyulitkan dalam berkomunikasi dalam rangka pengembangan institusi dan sering menimbulkan salah persepsi.  Alasan lain, pemerintah saat ini tidak lagi menggunakan istilah IPA di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Bahkan gelar kesarjanaan di perguruan tinggi adalah Sarjana Sains (S.Si).
Menurut Dr. Muhammad Nur, dekan FSM Undip, dalam era global terminologi FMIPA hampir tidak digunakan oleh perguruan tinggi di dunia. Hanya sedikit perguruan tinggi di Belanda yang masih menggunakan terminologi FMIPA. Penggunaan FMIPA di Indonesia disinyalir karena dipengaruhi oleh terminologi yang berlaku di Belanda. Penggunaan terminologi FMIPA tersebut, disinyalir membentuk opini masyarakat bahwa alumni fakutas ini mempunyai kesempatan yang terbatas di dunia kerja. Ada anggapan bahwa alumni FMIPA akan berkarya sebagai guru, dosen, dan peneliti.

Berita ini menarik karena saya seorang S.Si dan pernah mengalami proses pergantian nama fakultas tempat saya belajar. Saya jadi ingat, ketika FMIPA Undana di-merger dengan Fakultas Teknik menjadi Fakultas Sains dan Teknik (FST). Merger ini hanya secara administratif tidak secara keilmuan. Karena itu ada dua gelar sarjana dari fakultas ini yang sains menghasilkan Sarjana Sains (S.Si) dan teknik menghasilkan Sarjana Teknik (ST).

Selalu ada persepsi dalam masyarakat tentang gelar kesarjanaan. Yang ingin saya bahas adalah S.Si yang kebetulan saya sandang. Gelar ini terasa amat membanggakan ketika saya masih fresh graduated. Namun saya agak kesal karena sebagian orang menyamakan saya dengan lulusan program studi MIPA dari FKIP. Mereka pikir kami akan (terbatas) menjadi pendidik seperti para alumni FKIP. Padahal banyak peluang karier yang dimungkinkan bagi seorang sarjana sains. Hal ini membuat saya enggan menerima tawaran mengajar tak sebatas untuk mempertegas orientasi gelar kesarjanaan saya yang tidak terbatas pada dunia pendidikan, tapi lebih dari itu untuk menjaga idealisme saya terhadap gelar kesarjanaan saya. Dalam benak, saya mengidamkan profesi analis. Maklum, selama empat tahun sebagai mahasiswa jurusan kimia, saya dan teman – teman sejurusan terlalu akrab dengan laboratorium. Hal ini membuat sarjana kimia selalu merindukan lab ketika telah menjadi alumni.

Namun seusai wisuda, setiap alumni menambah daftar pengangguran di Indonesia. Peluang kerja tak sebanding dengan jumlah alumni. Kita tidak bisa menjadi terlalu idealisme. Kita harus jauh lebih realistis. Selalu ada stres pasca alumni yang dipicu ketiadaan aktivitas, susahnya mencari pekerjaan, dan berkurangnya sokongan finansial dari orang tua. Kalau sudah begini, menjadi realistis lebih penting daripada tetap mempertahankan idealisme.

Jadi, saya tidak duduk manis di rumah dan kewalahan mencari pekerjaan yang sangat berhubungan dengan latar belakang ilmu yang saya dalami selama kuliah. Maka, my ordinary day, dipenuhi aktivitas membaca loker (lowongan kerja) lalu menulis dan mengirim surat lamaran. Entah telah berapa banyak surat lamaran telah saya kirimkan. Yang pasti setiap kali ada loker yang butuh S.Si kimia atau S1 segala jurusan, pasti saya turut berpartsipasi. Selama enam bulan saya jatuh bangun dengan tes dan wawancara kerja disana sini. Sebelum akhirnya berkesempatan menjadi guru selama setahun dan akhirnya bisa bekerja di tempat kerja sekarang yang syukurnya masih berhubungan dengan ilmu yang saya dalami.

Mendapatkan pekerjaan itu tak hanya bergantung pada sebagus apa prestasi akademismu. Kau mesti pandai menangkap peluang. Sebagian orang mungkin amat beruntung jika kepandaiannya menjadi magnet pendatang pekerjaan. Tapi ada terlalu banyak orang berijazah yang IPK tingginya tak sanggup menjadi magnet pekerjaan bagi dirinya. Dengan sedikitnya peluang kerja yang tersedia, ada hal – hal yang sama pentingnya dengan IPK yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Maka menjadi hal yang lumrah ketika koneksipun memegang salah satu peranan penting untuk mendapatkan pekerjaan.

Bagi saya, setiap gelar kesarjanaan tak hanya membanggakan tapi menjadi beban besar bagi pemiliknya. Ketika menjadi alumni, masyarakat menganggapmu sebagai manusia serba tahu tak peduli seberapa terbatasnya pengetahuanmu terhadap ilmumu dan pengetahuan – pengetahuan lain. Karena itu, semasa sekolah janganlah mengejar nilai semata. Prestasi akademis tak hanya terukur dari nilai. Kau harus cukup berpengetahuan. Kau harus mencintai ilmu yang kau pelajari. Kecintaan ini akan menimbulkan rasa tanggung jawab, kau akan lebih jujur, tidak terjebak pada usaha – usaha tak terpuji demi kepraktisan memperoleh nilai tinggi. Setelah menjadi alumni nilai tinggi akan menjadi beban yang harus kau pertanggung jawabkan di masyarakat.

Selain itu, pekerjaan itu sebuah panggilan hidup. Apapun gelar kesarjanaan yang kita sandang kadang ladang tempat pengabdian kita bisa bertolak belakang dengan tuntutan idealis dari kesarjanaan itu. Akan lebih baik jika kita tidak menutup peluang terhadap banyak hal baik yang datang kepada kita. Jadi, menjadi realistis itu penting, sama pentingnya dengan menjadi idealis. Tapi jangan pernah mengusahakan sesuatu yang memburukkanmu dan memaklumkannya sebagai bagian dari usaha menjadi realistis. Kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup tak pernah bisa ditakar dengan uang karena itu jangan menjebak diri untuk menjadi buruk.  

Di penghujung tugas bersekolah seorang manusia, ia akan bertarung untuk memenuhi segala tuntutan hidup. Tapi bekerja tak semata bertujuan untuk mendapatkan uang demi mengisi perut atau demi tingkatan hidup yang lebih baik dalam kehidupan sosial. Bekerja juga sebuah panggilan hidup. Setiap orang akan dipercayakan ladang tempat ia menggarap. Di sana, yang diterapkan tak semata ilmu yang sudah didalami selama masa sekolah, tapi juga penghayatan terhadap banyak nilai positif dari ilmu tersebut. Kadang apa yang dihadapi di tempat kerja jauh lebih berat daripada apa yang kita dapat selama berada di lembaga – lembaga pendidikan. Tapi setiap ilmu, mengandung sari – sari nilai positif sebuah kehidupan. Orang yang mencintai ilmunya akan memiliki rasa hormat dan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Bagaimanapun, sebuah pekerjaan berorientasi pada kemajuan sebuah masyarakat yang lebih luas, tak sebatas pada kehidupan individual seorang manusia.

Menjadi idealis pada ilmu tak semata harus bekerja sesuai bidang ilmu yang didalami. Tapi mengambil nilai – nilai positif dari ilmu tersebut dan menerapkannya. Jika merenung lebih jauh, tentu setiap teori mengandung nilai – nilai filosofis. Lembaga pendidikan tidak hanya menjejal kita dengan ilmu. Tanpa sadar pola pikir kita terlatih dan terbentuk dari proses – proses berpikir selama masa sekolah.

Dimana kita sekarang, apapun yang sedang kita geluti. Tanamkan kepercayaan diri dan tanggung jawabmu disitu. Kau akan lebih berbahagia. Menikmati pekerjaan lebih menggembirakan daripada mengeluhkannya. Selalu ada banyak tantangan untuk menjadi besar. Pekerjaan adalah bagian dari misi perutusan dalam setiap penciptaan manusia.

Selamat bekerja. Semangat selalu.

Jumat, 02 Maret 2012

Sebuah Catatan Pribadi Tentang Perfume: The Story of a Murderer - Patrick Suskind



Pengarang
:
Patrick Süskind
Penerbit
:
Dastan Book
316 halaman
14 x 20,5 cm
Jakarta, 2009


Pertama kali mendengar tentang novel ini pada tahun 2007, ketika saya sedang sibuk mempersiapkan proposal untuk tugas akhir. Saya begitu penasaran setelah membaca berbagai sinopsip dan resensi tentang novel ini. Saya mengejar novel ini dalam kemiskinan saya sebagai seorang mahasiswa semester akhir. Tapi karena sebuah kecelakaan kecil, saya tak bisa membaca novel ini pada awal tahun 2008. Tapi syukurlah, pada pekan kemarin, seorang sahabat yang baik hati mengusahakan novel ini untuk saya.

Perfume bercerita tentang Jean-Baptiste Grenouille yang lahir tanpa aroma tubuh namun memiliki indra penciuman yang luar biasa. Ia mampu memilah setiap bau yang ada. Dari seorang ahli parfum ternama, ia belajar membuat parfum. Namun kegeniusannya yang besar menjadi menyimpang setelah ia jatuh hati pada aroma seorang perawan dan terobsesi untuk menciptakan parfum terbaik beraroma perawan.

Novel ini bersetting abad kedelapan belas di Prancis. Novel dibuka dengan kisah kelahiran Grenouille sebagai anak haram dari seorang perempuan muda. Ibunya diadili beberapa waktu kemudian karena mengaku lebih suka membunuh bayinya seperti keempat bayinya terdahulu daripada membiarkan mereka hidup. Perempuan itu diputus bersalah dan beberapa pekan kemudian dihukum penggal di de Gréve.

Sepeninggalan ibunya, Grenouille hidup dengan menyusu pada beberapa ibu susu sampai akhirnya ia diserahkan pada Bapa Terrier di biara Saint – Merri. Si ibu susu mengatakan ia tak sudi merawat bayi itu bukan karena Grenouille menyusu dengan rakus namun karena ia tak memiliki aroma tubuh.

Saya mengagumi kecerdasan Patrick Süskind dalam mendeskripsikan bagaimana aroma tubuh manusia. Ia mengambil perbandingan yang merangsang hidung saya untuk ikut membaui juga. Misalnya ia mengurai kaki bayi berbau batu halus, tubuh berbau kue serabi berbalur susu, dan bau ubun – ubun seperti bau karamel. Seorang Patrick Süskind menempatkan kecerdasan deskripsinya tentang bau bayi melalui pemahaman ibu susu yang terbatas pada lingkungannya yang sederhana.

Saya merenungi segala tentang aroma tubuh dan bebauan dunia sepanjang perjalanan hidup Grenouille yang berat. Dengan alasan ketiadaan bau itu sang bayi haram akhirnya dijauhi dari biara, dimasukkan ke sebuah rumah penitipan yatim piatu milik Madame Gaillard, janda yang cacat indra penciuman dan tak berperikemanusiaan. Dengan alasan yang sama pula, Grenouille dijauhi oleh anak – anak lainnya. Namun dari tempat itu ia belajar membaui lebih baik daripada belajar berbicara sampai akhirnya kelebihannya disadari dan dijadikan alasan untuk menjualnya sebagai buruh penyamak kulit.

Grenouille memulai debut berharganya sebagai ahli parfum setelah menangkap nasib baik pada kunjungan pertamanya di toko dan laboratorium si ahli parfum terkemuka dan hampir bangkrut, Baldini. Hubungan keduanya bagai simbiosis mutualisme, kegeniusan Grenouille dalam membaui membantu sang ahli mendapatkan kembali kehormatan, kekayaan, dan segala kejayaannya sebagai seorang ahli parfum terkemuka di Paris. Sementara itu, melalui Baldini, Grenouille belajar untuk meramu parfum dan beragam produk aromatik lainnya dari berbagai bunga dan tumbuhan.

Proses pembelajaran Grenouille adalah bagian paling favorit bagi saya. Sebagai seorang sarjana kimia yang mulai jauh dengan kekayaan ilmu itu, saya merasa beruntung melalui novel ini, saya dapat bersua kembali dengan apa yang pernah saya pelajari. Saya juga rindu masa – masa kuliah kimia bahan alam dan pemisahan kimia yang sedikit materinya terwakili dalam novel ini. Saya diingatkan kembali pada proses – proses pemisahan secara destilasi, sokletasi, dan maserasi. Karena bersetting abad kedelapan belas, segala proses itu masih berlangsung dengan sangat sederhana.  Patrick Süskind tidak perlu membawa tinjauan kimia yang rumit dalam novelnya tapi bagi yang awam novel ini menyumbang pemahaman tentang komponen aromatik dalam kehidupan kita. 

Melalui kebodohan Grenouille, kita tahu bahwa sekalipun segala sesuatu di dunia ini memiliki aroma, namun tidak semuanya bisa diubah ke dalam komponen – komponen aromatik yang lebih spesifik. Pembuatan parfum melibatkan pemisahan kimia yang tidak sesederhana yang dipikirkan Grenoulli. Hanya senyawa aromatik, senyawa yang mudah menguap saja yang bisa didestilasi. Proses pemisahan melibatkan pengikatan komponen aromatik itu oleh pelarut tertentu kemudian pelarut akan dipisahkan lewat proses pemisahan lain lagi. Grenouille terjebak dalam hasratnya pada aroma sehingga ia frustrasi ketika  tidak berhasil mengekstrak bendabenda mati, seperti tanah, batu, kaca, dan lainnya. Hasratnya pada aroma mencapai puncak penyimpangan pada keinginannya untuk mengekstrak aroma tubuh perempuan perawan. Ia memahami tumbuhan, binatang, dan manusia adalah makhluk hidup dan ia ingin memparfumkan semuanya. Ia pikir ada jiwa aromatik pada setiap makhluk hidup.

Mengutip pemikiran Baldini, si ahli parfum yang beriman, “bakat tidak berarti banyak bila dibandingkan dengan pengalaman yang diperoleh dari kerendahan hati dan kerja keras. Itu yang utama”. Karena itu bakat yang melatari kegeniusan seseorang perlu “dibatasi aturan dan prinsip pengajaran yang menuntun ke perilaku disiplin, pengendalian diri, dan kesejatian seorang manusia” (hal. 110).

Melalui Baldini, antusiasme Grenouille pada hasrat aromanya ditekan aturan, prinsip, dan kedisplinan seorang ahli parfum. Ia tak dapat bekerja sesukanya. Ia dilatih untuk memakai takaran, menerapkan keanggunan pekerja laboratorium, disiplin pada prosedur, dan mampu mendokumentasikan pekerjaannya. Sayang sekali, kejayaan kembali Baldini sebagai ahli parfum menjadi akhir campur tangan Grenouille pada hidup orang tua itu. Dan hancurnya segala kekayaan Baldini setelah itu mengajarkan kita betapa harta tak lebih dari sebuah kefanaan.

Kefanaan dunia terendus Grenouille. Gernouille yang tak kaya pengetahuan dan hanya mengandalkan kemampuan membaui, beranggapan aroma manusia amat memuakkan. Ia meninggalkan Paris, mengasingkan diri di sebuah gunung, ia mengosongkan diri, ia menjauhi manusia. Ia tumbuh dalam keegoisan. Kebenciannya pada manusia tumbuh dari ketiadaan kasih sayang dan cinta yang membuatnya hampa sampai kesadaran bahwa tubuhnya tak beraroma membawa ia pada kehidupan paling menggairahkan dengan bakat menyimpangnya. Ia membunuh 25 perempuan perawan demi hasratnya pada aroma parfum terbaik di dunia, parfum beraroma perawan.

Sebelum membaca novel ini, saya membayangkan kengerian pembunuhan ke-25 perawan dan bagaimana Grenouille menggekstrak aroma tubuh mereka. Sebuah proses ekstraksi komponen aromatik biasanya melibatkan proses preparasi yang meliputi penghancuran bahan baku. Untuk efektivitas proses ekstraksi, kau perlu luas permukaan yang besar melalui pencacahan atau penggerusan. Tujuannya agar pelarut dapat menarik sebanyak mungkin komponen spesifik yang akan kau ekstrak. Bayangkanlah jika hal itu diterapkan pada tubuh manusia yang tersusun dari sekian banyak molekul dalam sebuah susunan yang kompleks dan rumit. Diperlukan sebuah proses yang tak sederhana untuk itu.

Tapi syukurlah tak ada kengerian sadis dalam novel ini. Proses pembunuhan diceritakan dengan detail yang (bagi saya) masih memelihara keseluruhan aroma manis nan magis dalam novel ini. Ini memberi penekanan bahwa novel ini meski a story of a murderer, namun keselurahan hidup si murderer memberikan refleksi tentang aroma itu sendiri. Istilah jiwajiwa aromatik yang dipakai Patrick Süskind membuat saya bertanyatanya seperti apa aroma tubuh manusia itu? Lalu mengapa aroma terbaik justru terendus dari para perawan, para gadis yang mulai akil balik sampai pra dewasa? Mengapa pula Grenouille, si pemilik hidung terbaik justru memiliki tubuh yang tak beraroma? Saya merenungi pertanyaan–pertanyaan itu dan merefleksikan banyak hal. Ini juga salah satu alasan saya mencintai novel pada umumnya. Selalu ada rangsangan untuk berefleksi usai membaca.

Penangkapan Grenouille menjadi antiklimaks cerita. Tapi sekalipun dihadapkan pada hukuman mati, ia tidak peduli lantaran telah berhasil mewujudkan keinginannya, menciptakan parfum terbaik beraroma tubuh 25 perawan yang dibunuhnya. Dengan parfum ini ia mencipta aroma pada tubuhnya. Hanya dengan beberapa tetes, aroma tubuhnya membangkitkan kecintaan orang – orang yang membencinya. Aroma ini membalik hukuman mati yang akan diterimanya. Aroma parfum 25 perawan mencipta mujizat aneh, seluruh manusia yang berkumpul di lapangan demi menyaksikan kematiannya mendadak dibakar cinta dan birahi. Sebuah pesta seks tergelar di bawah penerangan matahari.

Grenouille mendapat kebebasannya dan berjalan kembali ke Kota yang telah lama ditinggalinya, Paris. Disana, tepatnya di area pekuburan bagi jasad – jasad bermacam makhluk terbuang (maling, pembunuh, pelacur, dan sebagainya), Grenouille memandikan tubuhnya dengan parfum beraroma perawan dan seketika ia memperbudak dunia di sekelilingnya dengan cinta. Mereka lalu menggapainya memeluk dan berusaha mengambil segala yang terbaik dalam dirinya. Cinta lalu mengubah mereka jadi kanibal, mereka menghancurkan tubuhnya dengan pisau, kapak, dan golok lalu memakan habis tubuhnya.

Saya sedikit tertegun dengan ending cerita ini.
.... Dan meski daging sang malaekat terasa agak berat di perut, hati terasa begitu ringan. Tiba – tiba saja seperti ada cahaya terang memayungi jiwa mereka yang gelap. Tak ada wajah menyesal. Malah terlihat begitu puas dan bahagia. Mungkin itulah sebabnya mereka malu untuk saling tatap.

Saat keberanian itu muncul, diawali pandangan curi–curi, lalu terang–terangan. Membuat mereka tersenyum. Tersenyum dan bangga. Untuk pertama kali mereka melakukan sesuatu atas nama cinta.

Hidup Gernoulli berakhir. Perfume berakhir. Sungguh, sebuah novel fantasi yang cerdas dan mengagumkan.