Pengarang
|
:
|
Patrick Süskind
|
Penerbit
|
:
|
Dastan Book
316 halaman
14 x 20,5 cm
Jakarta, 2009
|
Pertama kali mendengar tentang novel ini pada tahun 2007,
ketika saya sedang sibuk mempersiapkan proposal untuk tugas akhir. Saya begitu
penasaran setelah membaca berbagai sinopsip dan resensi tentang novel ini. Saya
mengejar novel ini dalam kemiskinan saya sebagai seorang mahasiswa semester
akhir. Tapi karena sebuah kecelakaan kecil, saya tak bisa membaca novel ini
pada awal tahun 2008. Tapi syukurlah, pada pekan kemarin, seorang sahabat yang
baik hati mengusahakan novel ini untuk saya.
Perfume bercerita tentang Jean-Baptiste Grenouille yang
lahir tanpa aroma tubuh namun memiliki indra penciuman yang luar biasa. Ia
mampu memilah setiap bau yang ada. Dari seorang ahli parfum ternama, ia belajar
membuat parfum. Namun kegeniusannya yang besar menjadi menyimpang setelah ia
jatuh hati pada aroma seorang perawan dan terobsesi untuk menciptakan parfum
terbaik beraroma perawan.
Novel ini bersetting abad kedelapan belas di Prancis.
Novel dibuka dengan kisah kelahiran Grenouille sebagai anak haram dari seorang
perempuan muda. Ibunya diadili beberapa waktu kemudian karena mengaku lebih
suka membunuh bayinya seperti keempat bayinya terdahulu daripada membiarkan
mereka hidup. Perempuan itu diputus bersalah dan beberapa pekan kemudian
dihukum penggal di de Gréve.
Sepeninggalan ibunya, Grenouille hidup dengan menyusu
pada beberapa ibu susu sampai akhirnya ia diserahkan pada Bapa Terrier di biara
Saint – Merri. Si ibu susu mengatakan ia tak sudi merawat bayi itu bukan karena
Grenouille menyusu dengan rakus namun karena ia tak memiliki aroma tubuh.
Saya mengagumi kecerdasan Patrick Süskind dalam
mendeskripsikan bagaimana aroma tubuh manusia. Ia mengambil perbandingan yang
merangsang hidung saya untuk ikut membaui juga. Misalnya ia mengurai kaki bayi
berbau batu halus, tubuh berbau kue serabi berbalur susu, dan bau ubun – ubun
seperti bau karamel. Seorang Patrick Süskind menempatkan kecerdasan
deskripsinya tentang bau bayi melalui pemahaman ibu susu yang terbatas pada
lingkungannya yang sederhana.
Saya merenungi segala tentang aroma tubuh dan bebauan
dunia sepanjang perjalanan hidup Grenouille yang berat. Dengan alasan ketiadaan
bau itu sang bayi haram akhirnya dijauhi dari biara, dimasukkan ke sebuah rumah
penitipan yatim piatu milik Madame Gaillard, janda yang cacat indra penciuman
dan tak berperikemanusiaan. Dengan alasan yang sama pula, Grenouille dijauhi
oleh anak – anak lainnya. Namun dari tempat itu ia belajar membaui lebih baik
daripada belajar berbicara sampai akhirnya kelebihannya disadari dan dijadikan
alasan untuk menjualnya sebagai buruh penyamak kulit.
Grenouille memulai debut berharganya sebagai ahli parfum
setelah menangkap nasib baik pada kunjungan pertamanya di toko dan laboratorium
si ahli parfum terkemuka dan hampir bangkrut, Baldini. Hubungan keduanya bagai
simbiosis mutualisme, kegeniusan Grenouille dalam membaui membantu sang ahli
mendapatkan kembali kehormatan, kekayaan, dan segala kejayaannya sebagai
seorang ahli parfum terkemuka di Paris. Sementara itu, melalui Baldini,
Grenouille belajar untuk meramu parfum dan beragam produk aromatik lainnya dari
berbagai bunga dan tumbuhan.
Proses pembelajaran Grenouille adalah bagian paling
favorit bagi saya. Sebagai seorang sarjana kimia yang mulai jauh dengan
kekayaan ilmu itu, saya merasa beruntung melalui novel ini, saya dapat bersua
kembali dengan apa yang pernah saya pelajari. Saya juga rindu masa – masa
kuliah kimia bahan alam dan pemisahan kimia yang sedikit materinya terwakili
dalam novel ini. Saya diingatkan kembali pada proses – proses pemisahan secara
destilasi, sokletasi, dan maserasi. Karena bersetting abad kedelapan belas,
segala proses itu masih berlangsung dengan sangat sederhana. Patrick Süskind tidak perlu membawa tinjauan kimia yang rumit dalam
novelnya tapi bagi yang awam novel ini menyumbang pemahaman tentang komponen
aromatik dalam kehidupan kita.
Melalui kebodohan Grenouille, kita tahu bahwa sekalipun
segala sesuatu di dunia ini memiliki aroma, namun tidak semuanya bisa diubah ke
dalam komponen – komponen aromatik yang lebih spesifik. Pembuatan parfum
melibatkan pemisahan kimia yang tidak sesederhana yang dipikirkan Grenoulli.
Hanya senyawa aromatik, senyawa yang mudah menguap saja yang bisa didestilasi.
Proses pemisahan melibatkan pengikatan komponen aromatik itu oleh pelarut
tertentu kemudian pelarut akan dipisahkan lewat proses pemisahan lain lagi.
Grenouille terjebak dalam hasratnya pada aroma sehingga ia frustrasi ketika tidak berhasil mengekstrak benda–benda mati,
seperti tanah, batu, kaca, dan lainnya. Hasratnya pada aroma mencapai puncak
penyimpangan pada keinginannya untuk mengekstrak aroma tubuh perempuan perawan.
Ia memahami tumbuhan, binatang, dan manusia adalah makhluk hidup dan ia ingin
memparfumkan semuanya. Ia pikir ada jiwa aromatik pada setiap makhluk hidup.
Mengutip pemikiran Baldini, si ahli parfum yang beriman,
“bakat tidak berarti banyak bila dibandingkan dengan pengalaman yang
diperoleh dari kerendahan hati dan kerja keras. Itu yang utama”. Karena itu
bakat yang melatari kegeniusan seseorang perlu “dibatasi aturan dan prinsip
pengajaran yang menuntun ke perilaku disiplin, pengendalian diri, dan
kesejatian seorang manusia” (hal. 110).
Melalui Baldini, antusiasme Grenouille pada hasrat
aromanya ditekan aturan, prinsip, dan kedisplinan seorang ahli parfum. Ia tak
dapat bekerja sesukanya. Ia dilatih untuk memakai takaran, menerapkan
keanggunan pekerja laboratorium, disiplin pada prosedur, dan mampu
mendokumentasikan pekerjaannya. Sayang sekali, kejayaan kembali Baldini sebagai
ahli parfum menjadi akhir campur tangan Grenouille pada hidup orang tua itu.
Dan hancurnya segala kekayaan Baldini setelah itu mengajarkan kita betapa harta
tak lebih dari sebuah kefanaan.
Kefanaan dunia terendus Grenouille. Gernouille yang tak
kaya pengetahuan dan hanya mengandalkan kemampuan membaui, beranggapan aroma
manusia amat memuakkan. Ia meninggalkan Paris, mengasingkan diri di sebuah
gunung, ia mengosongkan diri, ia menjauhi manusia. Ia tumbuh dalam keegoisan.
Kebenciannya pada manusia tumbuh dari ketiadaan kasih sayang dan cinta yang
membuatnya hampa sampai kesadaran bahwa tubuhnya tak beraroma membawa ia pada
kehidupan paling menggairahkan dengan bakat menyimpangnya. Ia membunuh 25
perempuan perawan demi hasratnya pada aroma parfum terbaik di dunia, parfum
beraroma perawan.
Sebelum membaca novel ini, saya membayangkan kengerian
pembunuhan ke-25 perawan dan bagaimana Grenouille menggekstrak aroma tubuh
mereka. Sebuah proses ekstraksi komponen aromatik biasanya melibatkan proses
preparasi yang meliputi penghancuran bahan baku. Untuk efektivitas proses
ekstraksi, kau perlu luas permukaan yang besar melalui pencacahan atau
penggerusan. Tujuannya agar pelarut dapat menarik sebanyak mungkin komponen
spesifik yang akan kau ekstrak. Bayangkanlah jika hal itu diterapkan pada tubuh
manusia yang tersusun dari sekian banyak molekul dalam sebuah susunan yang
kompleks dan rumit. Diperlukan sebuah proses yang tak sederhana untuk itu.
Tapi syukurlah tak ada kengerian sadis dalam novel ini.
Proses pembunuhan diceritakan dengan detail yang (bagi saya) masih memelihara
keseluruhan aroma manis nan magis dalam novel ini. Ini memberi penekanan bahwa
novel ini meski a story of a murderer, namun keselurahan hidup si murderer memberikan refleksi tentang aroma itu
sendiri. Istilah jiwa–jiwa aromatik yang dipakai Patrick Süskind membuat saya
bertanya–tanya seperti apa aroma tubuh manusia itu? Lalu mengapa
aroma terbaik justru terendus dari para perawan, para gadis yang mulai akil
balik sampai pra dewasa? Mengapa pula Grenouille, si pemilik hidung terbaik
justru memiliki tubuh yang tak beraroma? Saya merenungi pertanyaan–pertanyaan
itu dan merefleksikan banyak hal. Ini juga salah satu alasan saya mencintai
novel pada umumnya. Selalu ada rangsangan untuk berefleksi usai membaca.
Penangkapan Grenouille menjadi antiklimaks cerita. Tapi
sekalipun dihadapkan pada hukuman mati, ia tidak peduli lantaran telah berhasil
mewujudkan keinginannya, menciptakan parfum terbaik beraroma tubuh 25 perawan
yang dibunuhnya. Dengan parfum ini ia mencipta aroma pada tubuhnya. Hanya
dengan beberapa tetes, aroma tubuhnya membangkitkan kecintaan orang – orang
yang membencinya. Aroma ini membalik hukuman mati yang akan diterimanya. Aroma
parfum 25 perawan mencipta mujizat aneh, seluruh manusia yang berkumpul di
lapangan demi menyaksikan kematiannya mendadak dibakar cinta dan birahi. Sebuah
pesta seks tergelar di bawah penerangan matahari.
Grenouille mendapat kebebasannya dan berjalan kembali ke
Kota yang telah lama ditinggalinya, Paris. Disana, tepatnya di area pekuburan
bagi jasad – jasad bermacam makhluk terbuang (maling, pembunuh, pelacur, dan
sebagainya), Grenouille memandikan tubuhnya dengan parfum beraroma perawan dan
seketika ia memperbudak dunia di sekelilingnya dengan cinta. Mereka lalu
menggapainya memeluk dan berusaha mengambil segala yang terbaik dalam dirinya.
Cinta lalu mengubah mereka jadi kanibal, mereka menghancurkan tubuhnya dengan
pisau, kapak, dan golok lalu memakan habis tubuhnya.
Saya sedikit tertegun dengan ending cerita ini.
.... Dan meski daging sang malaekat
terasa agak berat di perut, hati terasa begitu ringan. Tiba – tiba saja seperti
ada cahaya terang memayungi jiwa mereka yang gelap. Tak ada wajah menyesal.
Malah terlihat begitu puas dan bahagia. Mungkin itulah sebabnya mereka malu
untuk saling tatap.
Saat keberanian itu muncul, diawali
pandangan curi–curi, lalu terang–terangan. Membuat mereka tersenyum. Tersenyum
dan bangga. Untuk pertama kali mereka melakukan sesuatu atas nama cinta.
Hidup Gernoulli berakhir. Perfume berakhir. Sungguh,
sebuah novel fantasi yang cerdas dan mengagumkan.
Terima kasih infonya gan, mantabbbsss.
BalasHapusDitunggu postingan2 lainnya.
Gema Parfum :
Aroma Parfum Terbaik .
-------------