Jumat, 02 Maret 2012

Sebuah Catatan Pribadi Tentang Perfume: The Story of a Murderer - Patrick Suskind



Pengarang
:
Patrick Süskind
Penerbit
:
Dastan Book
316 halaman
14 x 20,5 cm
Jakarta, 2009


Pertama kali mendengar tentang novel ini pada tahun 2007, ketika saya sedang sibuk mempersiapkan proposal untuk tugas akhir. Saya begitu penasaran setelah membaca berbagai sinopsip dan resensi tentang novel ini. Saya mengejar novel ini dalam kemiskinan saya sebagai seorang mahasiswa semester akhir. Tapi karena sebuah kecelakaan kecil, saya tak bisa membaca novel ini pada awal tahun 2008. Tapi syukurlah, pada pekan kemarin, seorang sahabat yang baik hati mengusahakan novel ini untuk saya.

Perfume bercerita tentang Jean-Baptiste Grenouille yang lahir tanpa aroma tubuh namun memiliki indra penciuman yang luar biasa. Ia mampu memilah setiap bau yang ada. Dari seorang ahli parfum ternama, ia belajar membuat parfum. Namun kegeniusannya yang besar menjadi menyimpang setelah ia jatuh hati pada aroma seorang perawan dan terobsesi untuk menciptakan parfum terbaik beraroma perawan.

Novel ini bersetting abad kedelapan belas di Prancis. Novel dibuka dengan kisah kelahiran Grenouille sebagai anak haram dari seorang perempuan muda. Ibunya diadili beberapa waktu kemudian karena mengaku lebih suka membunuh bayinya seperti keempat bayinya terdahulu daripada membiarkan mereka hidup. Perempuan itu diputus bersalah dan beberapa pekan kemudian dihukum penggal di de Gréve.

Sepeninggalan ibunya, Grenouille hidup dengan menyusu pada beberapa ibu susu sampai akhirnya ia diserahkan pada Bapa Terrier di biara Saint – Merri. Si ibu susu mengatakan ia tak sudi merawat bayi itu bukan karena Grenouille menyusu dengan rakus namun karena ia tak memiliki aroma tubuh.

Saya mengagumi kecerdasan Patrick Süskind dalam mendeskripsikan bagaimana aroma tubuh manusia. Ia mengambil perbandingan yang merangsang hidung saya untuk ikut membaui juga. Misalnya ia mengurai kaki bayi berbau batu halus, tubuh berbau kue serabi berbalur susu, dan bau ubun – ubun seperti bau karamel. Seorang Patrick Süskind menempatkan kecerdasan deskripsinya tentang bau bayi melalui pemahaman ibu susu yang terbatas pada lingkungannya yang sederhana.

Saya merenungi segala tentang aroma tubuh dan bebauan dunia sepanjang perjalanan hidup Grenouille yang berat. Dengan alasan ketiadaan bau itu sang bayi haram akhirnya dijauhi dari biara, dimasukkan ke sebuah rumah penitipan yatim piatu milik Madame Gaillard, janda yang cacat indra penciuman dan tak berperikemanusiaan. Dengan alasan yang sama pula, Grenouille dijauhi oleh anak – anak lainnya. Namun dari tempat itu ia belajar membaui lebih baik daripada belajar berbicara sampai akhirnya kelebihannya disadari dan dijadikan alasan untuk menjualnya sebagai buruh penyamak kulit.

Grenouille memulai debut berharganya sebagai ahli parfum setelah menangkap nasib baik pada kunjungan pertamanya di toko dan laboratorium si ahli parfum terkemuka dan hampir bangkrut, Baldini. Hubungan keduanya bagai simbiosis mutualisme, kegeniusan Grenouille dalam membaui membantu sang ahli mendapatkan kembali kehormatan, kekayaan, dan segala kejayaannya sebagai seorang ahli parfum terkemuka di Paris. Sementara itu, melalui Baldini, Grenouille belajar untuk meramu parfum dan beragam produk aromatik lainnya dari berbagai bunga dan tumbuhan.

Proses pembelajaran Grenouille adalah bagian paling favorit bagi saya. Sebagai seorang sarjana kimia yang mulai jauh dengan kekayaan ilmu itu, saya merasa beruntung melalui novel ini, saya dapat bersua kembali dengan apa yang pernah saya pelajari. Saya juga rindu masa – masa kuliah kimia bahan alam dan pemisahan kimia yang sedikit materinya terwakili dalam novel ini. Saya diingatkan kembali pada proses – proses pemisahan secara destilasi, sokletasi, dan maserasi. Karena bersetting abad kedelapan belas, segala proses itu masih berlangsung dengan sangat sederhana.  Patrick Süskind tidak perlu membawa tinjauan kimia yang rumit dalam novelnya tapi bagi yang awam novel ini menyumbang pemahaman tentang komponen aromatik dalam kehidupan kita. 

Melalui kebodohan Grenouille, kita tahu bahwa sekalipun segala sesuatu di dunia ini memiliki aroma, namun tidak semuanya bisa diubah ke dalam komponen – komponen aromatik yang lebih spesifik. Pembuatan parfum melibatkan pemisahan kimia yang tidak sesederhana yang dipikirkan Grenoulli. Hanya senyawa aromatik, senyawa yang mudah menguap saja yang bisa didestilasi. Proses pemisahan melibatkan pengikatan komponen aromatik itu oleh pelarut tertentu kemudian pelarut akan dipisahkan lewat proses pemisahan lain lagi. Grenouille terjebak dalam hasratnya pada aroma sehingga ia frustrasi ketika  tidak berhasil mengekstrak bendabenda mati, seperti tanah, batu, kaca, dan lainnya. Hasratnya pada aroma mencapai puncak penyimpangan pada keinginannya untuk mengekstrak aroma tubuh perempuan perawan. Ia memahami tumbuhan, binatang, dan manusia adalah makhluk hidup dan ia ingin memparfumkan semuanya. Ia pikir ada jiwa aromatik pada setiap makhluk hidup.

Mengutip pemikiran Baldini, si ahli parfum yang beriman, “bakat tidak berarti banyak bila dibandingkan dengan pengalaman yang diperoleh dari kerendahan hati dan kerja keras. Itu yang utama”. Karena itu bakat yang melatari kegeniusan seseorang perlu “dibatasi aturan dan prinsip pengajaran yang menuntun ke perilaku disiplin, pengendalian diri, dan kesejatian seorang manusia” (hal. 110).

Melalui Baldini, antusiasme Grenouille pada hasrat aromanya ditekan aturan, prinsip, dan kedisplinan seorang ahli parfum. Ia tak dapat bekerja sesukanya. Ia dilatih untuk memakai takaran, menerapkan keanggunan pekerja laboratorium, disiplin pada prosedur, dan mampu mendokumentasikan pekerjaannya. Sayang sekali, kejayaan kembali Baldini sebagai ahli parfum menjadi akhir campur tangan Grenouille pada hidup orang tua itu. Dan hancurnya segala kekayaan Baldini setelah itu mengajarkan kita betapa harta tak lebih dari sebuah kefanaan.

Kefanaan dunia terendus Grenouille. Gernouille yang tak kaya pengetahuan dan hanya mengandalkan kemampuan membaui, beranggapan aroma manusia amat memuakkan. Ia meninggalkan Paris, mengasingkan diri di sebuah gunung, ia mengosongkan diri, ia menjauhi manusia. Ia tumbuh dalam keegoisan. Kebenciannya pada manusia tumbuh dari ketiadaan kasih sayang dan cinta yang membuatnya hampa sampai kesadaran bahwa tubuhnya tak beraroma membawa ia pada kehidupan paling menggairahkan dengan bakat menyimpangnya. Ia membunuh 25 perempuan perawan demi hasratnya pada aroma parfum terbaik di dunia, parfum beraroma perawan.

Sebelum membaca novel ini, saya membayangkan kengerian pembunuhan ke-25 perawan dan bagaimana Grenouille menggekstrak aroma tubuh mereka. Sebuah proses ekstraksi komponen aromatik biasanya melibatkan proses preparasi yang meliputi penghancuran bahan baku. Untuk efektivitas proses ekstraksi, kau perlu luas permukaan yang besar melalui pencacahan atau penggerusan. Tujuannya agar pelarut dapat menarik sebanyak mungkin komponen spesifik yang akan kau ekstrak. Bayangkanlah jika hal itu diterapkan pada tubuh manusia yang tersusun dari sekian banyak molekul dalam sebuah susunan yang kompleks dan rumit. Diperlukan sebuah proses yang tak sederhana untuk itu.

Tapi syukurlah tak ada kengerian sadis dalam novel ini. Proses pembunuhan diceritakan dengan detail yang (bagi saya) masih memelihara keseluruhan aroma manis nan magis dalam novel ini. Ini memberi penekanan bahwa novel ini meski a story of a murderer, namun keselurahan hidup si murderer memberikan refleksi tentang aroma itu sendiri. Istilah jiwajiwa aromatik yang dipakai Patrick Süskind membuat saya bertanyatanya seperti apa aroma tubuh manusia itu? Lalu mengapa aroma terbaik justru terendus dari para perawan, para gadis yang mulai akil balik sampai pra dewasa? Mengapa pula Grenouille, si pemilik hidung terbaik justru memiliki tubuh yang tak beraroma? Saya merenungi pertanyaan–pertanyaan itu dan merefleksikan banyak hal. Ini juga salah satu alasan saya mencintai novel pada umumnya. Selalu ada rangsangan untuk berefleksi usai membaca.

Penangkapan Grenouille menjadi antiklimaks cerita. Tapi sekalipun dihadapkan pada hukuman mati, ia tidak peduli lantaran telah berhasil mewujudkan keinginannya, menciptakan parfum terbaik beraroma tubuh 25 perawan yang dibunuhnya. Dengan parfum ini ia mencipta aroma pada tubuhnya. Hanya dengan beberapa tetes, aroma tubuhnya membangkitkan kecintaan orang – orang yang membencinya. Aroma ini membalik hukuman mati yang akan diterimanya. Aroma parfum 25 perawan mencipta mujizat aneh, seluruh manusia yang berkumpul di lapangan demi menyaksikan kematiannya mendadak dibakar cinta dan birahi. Sebuah pesta seks tergelar di bawah penerangan matahari.

Grenouille mendapat kebebasannya dan berjalan kembali ke Kota yang telah lama ditinggalinya, Paris. Disana, tepatnya di area pekuburan bagi jasad – jasad bermacam makhluk terbuang (maling, pembunuh, pelacur, dan sebagainya), Grenouille memandikan tubuhnya dengan parfum beraroma perawan dan seketika ia memperbudak dunia di sekelilingnya dengan cinta. Mereka lalu menggapainya memeluk dan berusaha mengambil segala yang terbaik dalam dirinya. Cinta lalu mengubah mereka jadi kanibal, mereka menghancurkan tubuhnya dengan pisau, kapak, dan golok lalu memakan habis tubuhnya.

Saya sedikit tertegun dengan ending cerita ini.
.... Dan meski daging sang malaekat terasa agak berat di perut, hati terasa begitu ringan. Tiba – tiba saja seperti ada cahaya terang memayungi jiwa mereka yang gelap. Tak ada wajah menyesal. Malah terlihat begitu puas dan bahagia. Mungkin itulah sebabnya mereka malu untuk saling tatap.

Saat keberanian itu muncul, diawali pandangan curi–curi, lalu terang–terangan. Membuat mereka tersenyum. Tersenyum dan bangga. Untuk pertama kali mereka melakukan sesuatu atas nama cinta.

Hidup Gernoulli berakhir. Perfume berakhir. Sungguh, sebuah novel fantasi yang cerdas dan mengagumkan.

1 komentar:

  1. Terima kasih infonya gan, mantabbbsss.
    Ditunggu postingan2 lainnya.

    Gema Parfum :
    Aroma Parfum Terbaik .

    -------------

    BalasHapus