Jumat, 16 Mei 2014

Sekelumit Masalah Transportasi Umum Di Kota Kupang

Di perkotaan, sistem transportasi merupakan salah satu komponen penting yang berfungsi menunjang mobilitas kehidupan penduduk perkotaan. Salah satu yang penting dalam sistem transportasi masyarakat perkotaan adalah angkutan umum. Karena itu, sarana transportasi umum perlu dikelola dengan baik agar mendukung fungsi tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengertian kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu Angkutan Jalan Raya, Angkutan Rel, Angkutan Laut, dan Angkutan Udara. Keberadaan angkutan umum sangat penting sebagi sarana pendukung dalam aktivitas perekonomian suatu daerah.
Angkutan umum yang melayani masyarakat Kota Kupang adalah angkutan kota (angkot), ojek, bus, dan taksi. Di Kota Kupang, angkot dan ojek adalah yang paling diminati dan jumlahnya jauh lebih banyak daripada angkutan umum yang lain. Tapi angkot adalah yang paling diminati karena pertimbangan jalur perjalanan yang sesuai dengan asal dan tujuan, serta biaya transposrtasinya yang lebih murah.
Angkutan kota (angkot) merupakan angkutan umum yang termasuk dalam jenis angkutan jalan raya. Angkot memiliki asal dan tujuan yang berbeda–beda dengan jalur yang berbeda pula yang disebut dengan trayek angkot. Setiap trayek angkot dibedakan dengan warna angkot atau angka yang tertera pada angkot tersebut. Angkot dikendarai oleh seorang sopir dan dibantu oleh seorang kenek.
Angkot yang ada di Kota Kupang dilengkapi dengan seperangkat sound system dan didandani dengan berbagai aksesoris. Tujuannya untuk hiburan dan untuk menarik penumpang. Hal ini menciptakan ciri khas tersendiri dan memberikan kesan unik untuk dikenang para pendatang (para wisatawan atau orang yang hanya berkunjung sebentar untuk tujuan tertentu). Namun di sisi lain, keunikan ini menciptakan persaingan tidak sehat antar pengusaha angkot. Mereka menganggap perangkat sound system dan aksesoris di angkot sebagai daya tarik efektif untuk menarik penumpang. Persepsi penumpang pun tergiring  untuk menciptakan semacam pengkelasan terhadap angkot. Maka ada istilah angkot gaul dan angkot puruk, yang ditinjau berdasarkan dua daya tarik tadi. Angkot gaul adalah yang dilengkapi sound system yang baik dan didandani dengan berbagai aksesoris (stiker–stiker, pewangi ruangan, dan lain sebagainya). Persaingan tidak sehat tercipta ketika sound system dan aksesoris mendorong persentase minat yang berbeda terhadap bemo. Maka terbangun persepsi, angkot yang paling efektif mengupayakan daya tarik penumpang, adalah yang paling efektif mendapatkan pemasukkan.
Sound system dan aksesoris juga membuat angkot–angkot di Kota Kupang dijuluki diskotik berjalan. Pengeras–pengeras suara besar ditempatkan di bawah bangku penumpang, musik–musik menggelegar dan memekakkan telinga disalurkan dari sana. Para sopir serta penumpang–penumpang tertentu menyukai dentum–dentum yang membuat jantung melonjak–lonjak. Kadang dentum jauh lebih dominan dibandingkan elemen musik yang lain, dentum kerap diutamakan hingga mengaburkan lirik lagu atau suara penyanyi.
Angkot di Kupang yang menjelma diskotik berjalan merupakan sumber kebisingan pada sarana transportasi dan jalan raya di Kota Kupang. Ini berdampak pada lingkungan pemukiman, perkantoran, atau sekolah–sekolah yang berada di sekitar jalan raya yang menjadi jalur bemo.
Dampak kebisingan suara musik pada angkot bisa menyebabkan gangguan pada manusia, seperti gangguan fisiologi (berupa peningkatan tekanan darah, denyut jantung bertambah, dan lelah), gangguan psikologis (berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, stres, dan cepat marah), gangguan komunikasi (berupa gangguan kejelasan suara), dan ketulian. 
Kebisingan adalah bunyi yang tidak nyaman atau tidak dikehendaki. Bunyi sendiri adalah gejala yang umum dalam kehidupan sehari–hari sehingga jarang dihargai kegunaannya. Besar kecilnya kebisingan tergantung pada kualitas bising serta bagaimana sikap terhadap kebisingan tersebut. Biasanya sikap tersebut bersifat subjektif, tergantung pada si pendengar.
Sopir dan kenek angkot umumnya tidak merasa terganggu karena sudah terbiasa mendengar suara musik yang keras dan berdentum–dentum. Mereka telah melakukan adaptasi terhadap gangguan kebisingan yang dirasakan. Namun tanpa disadari mereka bisa mengalami hilangnya kepekaan terhadap bunyi karena mengalami kenaikan ambang pendengaran.
Para penumpang mempunyai persepsi yang berbeda terhadap kebisingan yang ditimbulkan musik di dalam angkot. Ada yang tidak memedulikannya karena dianggap sebagai hiburan. Tapi mereka yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap sumber kebisingan itu akan memberikan respon, seperti meminta sopir mengecilkan sound system-nya. Namun adakalanya sopir tak memedulikan respon dan permintaan penumpang. Mereka malah memaksa penumpang untuk beradaptasi padahal penerimaan orang terhadap dampak bising itu berbeda. Bagi mereka, musik adalah daya tarik. Tanpa musik, bemo sepi peminat. Musik adalah salah satu pendukung pemasukan mereka.
Dalam sistem transportasi umum, trayek yang satu mempunyai jumlah setoran yang berbeda dengan trayek yang lain. Setoran ini harus dipenuhi oleh para sopir angkot setiap hari. Untuk memenuhi setoran yang ditentukan, para sopir angkot harus mengejar target setoran, atau ‘kejar setoran’.
Adanya kejar setoran itu berpengaruh pada perilaku para sopir saat mengemudi. Perilaku mereka cenderung negatif dan sering membuat para penumpang merasa tidak nyaman.  Pada banyak sopir terdapat pola pikir bahwa kenyamanan dan keselamatan penumpang serta pengguna jalan lainnya bukan sesuatu yang paling penting dan harus dipertimbangkan ketika berkendaraan karena mereka selalu terdesak untuk mengejar setoran. Pola pikir ini menimbulkan perilaku berkendaraan yang tidak bertanggung jawab. Banyak sopir angkot sering ugal–ugalan sehingga membahayakan penumpang bemo itu sendiri, dan penggguna jalan lainnya. Seringkali teguran penumpang tidak dihiraukan. Pengendara kendaraan seharusnya sadar, secara tidak langsung mereka menerima tanggung jawab atas keselamatan penumpangnya. Perilaku seperti ini dapat ditimbulkan oleh para sopir tembak atau pengendara yang tidak mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Hal yang sama juga terjadi pada angkutan umum lainnya seperti ojek. Populasi ojek semakin bertambah setiap harinya. Mudahnya memperoleh kredit sepeda motor menjadi salah alasan yang menyebabkannya. Ini juga menyumbang dampak pada tingginya tingkat kemacetan di jalan raya. Ojek diminati sebagai sarana transportasi yang mampu menjangkau tempat–tempat yang tidak bisa dijangkau angkot. Tarif ojek relatif sedikit lebih mahal dibandingkan angkot.
Ojek adalah usaha individual yang tidak memiliki trayek tertentu. Umumnya para pengojek berasal dari wilayah di sekitar pangkalannya. Tapi terbatasnya jumlah penumpang yang dilayani mereka, memungkinkan mereka melakukan mobilitas yang tinggi. Mereka bisa mengantar penumpang kemanapun. Asal dan tujuan ojek tidak terbatas seperti pada angkot yang terbatas pada trayek tertentu. Ini memberi keuntungan bagi para penumpang. Tapi ada dampak negatif pada angkutan umum yang sedikit ekslusif ini, seperti bahaya tindak kriminal. 
Populasi ojek yang meningkat juga menyebabkan adanya kejar setoran seperti pada bemo karena para pengojek harus memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki beban untuk membayar kredit sepeda motor setiap bulannya. Ini juga memacu perilaku berkendaraan yang tidak bertanggung jawab. Tukang ojek sering ugal–ugalan, tidak memiliki SIM, dan tidak menganggap penting penggunaan helm sebagai alat pengaman diri.
Sistem transportasi umum di Indonesia memang agak tidak tertata dengan baik. Halte tidak dimanfaatkan sebagaimana fungsinya sebagai tempat perhentian kendaraan. Di Indonesia, angkutan umum bisa berhenti dimana saja, berbeda dengan di negara lain dimana angkutan umum hanya menurunkan penumpangnya di halte. Ini menyebabkan masalah dalam lalu lintas kendaraan di jalan raya.
Banyak pelanggaran lalu lintas sering terjadi. Banyak pengendara angkutan umum tidak mematuhi rambu lalu lintas. Banyak angkutan umum suka berhenti sembarangan untuk mengangkut atau menurunkan penumpang. Demi cepatnya memperoleh penumpang, banyak angkot sering berhenti di tempat–tempat yang tidak seharusnya, seperti perempatan, pertigaan, atau tikungan jalan. Kebiasaan buruk ini juga disumbangkan para penumpang yang tidak memperhatikan juga keselamatan di jalan raya. Asalkan cepat menumpang angkutan umum dan cepat sampai tujuan tanpa memedulikan aturan lalu lintas.
Ada pula perilaku tidak bertanggung jawab lainnya seperti pengendara kendaraan yang suka merokok dan menerima panggilan telepon seluler saat berkendaraan. Asap rokok dapat mengganggu kenyamanan penumpang, sementara menerima panggilan telepon seluler saat berkendaraan berpotensi menimbulkan kecelakaan karena konsentrasi pengendara terpecah dalam dua aktivitas sekaligus.
Kenyamanan dan keselamatan dalam sistem transportasi umum di perkotaan menjadi tanggung jawab semua pihak karena mendukung mobilitas penduduk perkotaan. Dari beberapa permasalahan yang ada, maka perlu adanya perubahan paradigma dari “kendaraan angkutan umum yang memerlukan penumpang” menjadi “penumpang yang membutuhkan angkutan umum”. Hal tersebut dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain;
1.      Dilakukan pembinaan terhadap pengendara angkutan umum. Ini bertujuan untuk memberikan pendidikan agar mereka lebih bertanggung jawab dalam berkendaraan.
2.      Pemberlakuan sertifikasi untuk pengendaraan kendaraan setelah dilakukan pembinaan.
3.      Pengusaha angkot harus selektif dalam memilih sopirnya. Carilah yang memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Selain pembinaan dari pihak terkait, para pengusaha angkot perlu melakukan pembinaan kepada para sopirnya tentang perilaku berkendaraan yang bertanggung jawab. Dan bila perlu dibuat sebuah kontrak kerja antara kedua belah pihak.
4.      Perlu adanya manajemen bagi ojek.
5.      DLLAJR perlu mengkaji kembali manajemen transportasi seperti mengaktifkan kembali sistem terminal dan karcis angkot bagi masing–masing trayek angkot. Juga mengkaji kebutuhan angkot pada setiap trayek angkot sehingga jumlah angkot dalam suatu trayek angkot memenuhi kuota penumpang pada wilayah trayek tersebut.
6.      Dibuat sistem penomoran, penamaan, atau pewarnaan angkot yang sesuai trayeknya.
7.      Meniadakan atau membatasi penggunaan aksesoris dan sound system pada angkot.

Dengan adanya perubahan paradigma dari “kendaraan angkutan umum yang memerlukan penumpang” menjadi “penumpang yang membutuhkan angkutan umum”, maka;
1.      Para pengendara angkutan umum mempunyai kesadaran berkendaraan yang bertanggung jawab dan tertib lalu lintas. Dengan sendirinya penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum dan pengguna jalan pun digiring untuk memiliki tanggung jawab dan ketertiban yang sama.
2.      Tercipta persaingan usaha yang sehat dalam usaha jasa angkutan umum.
3.      Manajemen kendaraan menjadi lebih baik, tidak ada lagi perebutan penumpang.
4.      Para penumpang tidak mempunyai pilihan dalam menumpang angkot dan tercipta kesadaran menghargai waktu.

5.      Dampak kebisingan lalu lintas dapat ditekan sehingga tercipta lingkungan pemukiman yang nyaman dan orang–orang dapat bekerja dengan baik, serta penumpang angkot dapat menikmati perjalanan yang nyaman dan terhindar dari gangguan kesehatan akibat dampak tersebut.