Di perkotaan, sistem
transportasi merupakan salah satu komponen penting yang berfungsi menunjang
mobilitas kehidupan penduduk perkotaan. Salah satu yang penting dalam sistem
transportasi masyarakat perkotaan adalah angkutan umum. Karena itu, sarana
transportasi umum perlu dikelola dengan baik agar mendukung fungsi tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 14
tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengertian kendaraan umum
adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh umum
dengan dipungut bayaran. Angkutan umum terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu
Angkutan Jalan Raya, Angkutan Rel, Angkutan Laut, dan Angkutan Udara.
Keberadaan angkutan umum sangat penting sebagi sarana pendukung dalam aktivitas
perekonomian suatu daerah.
Angkutan umum yang
melayani masyarakat Kota Kupang adalah angkutan kota (angkot), ojek, bus, dan
taksi. Di Kota Kupang, angkot dan ojek adalah yang paling diminati dan
jumlahnya jauh lebih banyak daripada angkutan umum yang lain. Tapi angkot adalah
yang paling diminati karena pertimbangan jalur perjalanan yang sesuai dengan
asal dan tujuan, serta biaya transposrtasinya yang lebih murah.
Angkutan kota (angkot)
merupakan angkutan umum yang termasuk dalam jenis angkutan jalan raya. Angkot
memiliki asal dan tujuan yang berbeda–beda dengan jalur yang berbeda pula yang
disebut dengan trayek angkot. Setiap trayek angkot dibedakan dengan warna
angkot atau angka yang tertera pada angkot tersebut. Angkot dikendarai oleh
seorang sopir dan dibantu oleh seorang kenek.
Angkot yang ada di Kota
Kupang dilengkapi dengan seperangkat sound
system dan didandani dengan berbagai aksesoris. Tujuannya untuk hiburan dan
untuk menarik penumpang. Hal ini menciptakan ciri khas tersendiri dan
memberikan kesan unik untuk dikenang para pendatang (para wisatawan atau orang
yang hanya berkunjung sebentar untuk tujuan tertentu). Namun di sisi lain,
keunikan ini menciptakan persaingan tidak sehat antar pengusaha angkot. Mereka
menganggap perangkat sound system dan
aksesoris di angkot sebagai daya tarik efektif untuk menarik penumpang.
Persepsi penumpang pun tergiring untuk
menciptakan semacam pengkelasan terhadap angkot. Maka ada istilah angkot gaul
dan angkot puruk, yang ditinjau berdasarkan dua daya tarik tadi. Angkot gaul
adalah yang dilengkapi sound system
yang baik dan didandani dengan berbagai aksesoris (stiker–stiker, pewangi
ruangan, dan lain sebagainya). Persaingan tidak sehat tercipta ketika sound system dan aksesoris mendorong
persentase minat yang berbeda terhadap bemo. Maka terbangun persepsi, angkot
yang paling efektif mengupayakan daya tarik penumpang, adalah yang paling
efektif mendapatkan pemasukkan.
Sound
system dan aksesoris juga membuat angkot–angkot di Kota
Kupang dijuluki diskotik berjalan. Pengeras–pengeras suara besar ditempatkan di
bawah bangku penumpang, musik–musik menggelegar dan memekakkan telinga disalurkan
dari sana. Para sopir serta penumpang–penumpang tertentu menyukai dentum–dentum
yang membuat jantung melonjak–lonjak. Kadang dentum jauh lebih dominan
dibandingkan elemen musik yang lain, dentum kerap diutamakan hingga mengaburkan
lirik lagu atau suara penyanyi.
Angkot di Kupang yang
menjelma diskotik berjalan merupakan sumber kebisingan pada sarana transportasi
dan jalan raya di Kota Kupang. Ini berdampak pada lingkungan pemukiman,
perkantoran, atau sekolah–sekolah yang berada di sekitar jalan raya yang
menjadi jalur bemo.
Dampak kebisingan suara
musik pada angkot bisa menyebabkan gangguan pada manusia, seperti gangguan
fisiologi (berupa peningkatan tekanan darah, denyut jantung bertambah, dan
lelah), gangguan psikologis (berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, stres, dan cepat marah), gangguan komunikasi (berupa gangguan
kejelasan suara), dan ketulian.
Kebisingan adalah bunyi
yang tidak nyaman atau tidak dikehendaki. Bunyi sendiri adalah gejala yang umum
dalam kehidupan sehari–hari sehingga jarang dihargai kegunaannya. Besar
kecilnya kebisingan tergantung pada kualitas bising serta bagaimana sikap
terhadap kebisingan tersebut. Biasanya sikap tersebut bersifat subjektif,
tergantung pada si pendengar.
Sopir dan kenek angkot
umumnya tidak merasa terganggu karena sudah terbiasa mendengar suara musik yang
keras dan berdentum–dentum. Mereka telah melakukan adaptasi terhadap gangguan
kebisingan yang dirasakan. Namun tanpa disadari mereka bisa mengalami hilangnya
kepekaan terhadap bunyi karena mengalami kenaikan ambang pendengaran.
Para penumpang
mempunyai persepsi yang berbeda terhadap kebisingan yang ditimbulkan musik di
dalam angkot. Ada yang tidak memedulikannya karena dianggap sebagai hiburan.
Tapi mereka yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap sumber kebisingan itu
akan memberikan respon, seperti meminta sopir mengecilkan sound system-nya. Namun adakalanya sopir tak memedulikan respon dan
permintaan penumpang. Mereka malah memaksa penumpang untuk beradaptasi padahal
penerimaan orang terhadap dampak bising itu berbeda. Bagi mereka, musik adalah
daya tarik. Tanpa musik, bemo sepi peminat. Musik adalah salah satu pendukung
pemasukan mereka.
Dalam sistem
transportasi umum, trayek yang satu mempunyai jumlah setoran yang berbeda
dengan trayek yang lain. Setoran ini harus dipenuhi oleh para sopir angkot setiap
hari. Untuk memenuhi setoran yang ditentukan, para sopir angkot harus mengejar
target setoran, atau ‘kejar setoran’.
Adanya kejar setoran
itu berpengaruh pada perilaku para sopir saat mengemudi. Perilaku mereka
cenderung negatif dan sering membuat para penumpang merasa tidak nyaman. Pada banyak sopir terdapat pola pikir bahwa
kenyamanan dan keselamatan penumpang serta pengguna jalan lainnya bukan sesuatu
yang paling penting dan harus dipertimbangkan ketika berkendaraan karena mereka
selalu terdesak untuk mengejar setoran. Pola pikir ini menimbulkan perilaku
berkendaraan yang tidak bertanggung jawab. Banyak sopir angkot sering
ugal–ugalan sehingga membahayakan penumpang bemo itu sendiri, dan penggguna
jalan lainnya. Seringkali teguran penumpang tidak dihiraukan. Pengendara
kendaraan seharusnya sadar, secara tidak langsung mereka menerima tanggung
jawab atas keselamatan penumpangnya. Perilaku seperti ini dapat ditimbulkan
oleh para sopir tembak atau pengendara yang tidak mempunyai Surat Ijin
Mengemudi (SIM).
Hal yang sama juga
terjadi pada angkutan umum lainnya seperti ojek. Populasi ojek semakin
bertambah setiap harinya. Mudahnya memperoleh kredit sepeda motor menjadi salah
alasan yang menyebabkannya. Ini juga menyumbang dampak pada tingginya tingkat
kemacetan di jalan raya. Ojek diminati sebagai sarana transportasi yang mampu
menjangkau tempat–tempat yang tidak bisa dijangkau angkot. Tarif ojek relatif
sedikit lebih mahal dibandingkan angkot.
Ojek adalah usaha
individual yang tidak memiliki trayek tertentu. Umumnya para pengojek berasal
dari wilayah di sekitar pangkalannya. Tapi terbatasnya jumlah penumpang yang
dilayani mereka, memungkinkan mereka melakukan mobilitas yang tinggi. Mereka
bisa mengantar penumpang kemanapun. Asal dan tujuan ojek tidak terbatas seperti
pada angkot yang terbatas pada trayek tertentu. Ini memberi keuntungan bagi
para penumpang. Tapi ada dampak negatif pada angkutan umum yang sedikit
ekslusif ini, seperti bahaya tindak kriminal.
Populasi ojek yang
meningkat juga menyebabkan adanya kejar setoran seperti pada bemo karena para
pengojek harus memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki beban untuk membayar
kredit sepeda motor setiap bulannya. Ini juga memacu perilaku berkendaraan yang
tidak bertanggung jawab. Tukang ojek sering ugal–ugalan, tidak memiliki SIM,
dan tidak menganggap penting penggunaan helm sebagai alat pengaman diri.
Sistem transportasi
umum di Indonesia memang agak tidak tertata dengan baik. Halte tidak
dimanfaatkan sebagaimana fungsinya sebagai tempat perhentian kendaraan. Di
Indonesia, angkutan umum bisa berhenti dimana saja, berbeda dengan di negara
lain dimana angkutan umum hanya menurunkan penumpangnya di halte. Ini
menyebabkan masalah dalam lalu lintas kendaraan di jalan raya.
Banyak pelanggaran lalu
lintas sering terjadi. Banyak pengendara angkutan umum tidak mematuhi rambu
lalu lintas. Banyak angkutan umum suka berhenti sembarangan untuk mengangkut
atau menurunkan penumpang. Demi cepatnya memperoleh penumpang, banyak angkot
sering berhenti di tempat–tempat yang tidak seharusnya, seperti perempatan,
pertigaan, atau tikungan jalan. Kebiasaan buruk ini juga disumbangkan para
penumpang yang tidak memperhatikan juga keselamatan di jalan raya. Asalkan
cepat menumpang angkutan umum dan cepat sampai tujuan tanpa memedulikan aturan
lalu lintas.
Ada pula perilaku tidak
bertanggung jawab lainnya seperti pengendara kendaraan yang suka merokok dan
menerima panggilan telepon seluler saat berkendaraan. Asap rokok dapat
mengganggu kenyamanan penumpang, sementara menerima panggilan telepon seluler
saat berkendaraan berpotensi menimbulkan kecelakaan karena konsentrasi
pengendara terpecah dalam dua aktivitas sekaligus.
Kenyamanan dan
keselamatan dalam sistem transportasi umum di perkotaan menjadi tanggung jawab
semua pihak karena mendukung mobilitas penduduk perkotaan. Dari beberapa
permasalahan yang ada, maka perlu adanya perubahan paradigma dari “kendaraan
angkutan umum yang memerlukan penumpang” menjadi “penumpang yang membutuhkan
angkutan umum”. Hal tersebut dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain;
1.
Dilakukan pembinaan
terhadap pengendara angkutan umum. Ini bertujuan untuk memberikan pendidikan
agar mereka lebih bertanggung jawab dalam berkendaraan.
2.
Pemberlakuan
sertifikasi untuk pengendaraan kendaraan setelah dilakukan pembinaan.
3.
Pengusaha angkot
harus selektif dalam memilih sopirnya. Carilah yang memiliki Surat Ijin
Mengemudi (SIM). Selain pembinaan dari pihak terkait, para pengusaha angkot
perlu melakukan pembinaan kepada para sopirnya tentang perilaku berkendaraan
yang bertanggung jawab. Dan bila perlu dibuat sebuah kontrak kerja antara kedua
belah pihak.
4.
Perlu adanya
manajemen bagi ojek.
5.
DLLAJR perlu
mengkaji kembali manajemen transportasi seperti mengaktifkan kembali sistem
terminal dan karcis angkot bagi masing–masing trayek angkot. Juga mengkaji
kebutuhan angkot pada setiap trayek angkot sehingga jumlah angkot dalam suatu
trayek angkot memenuhi kuota penumpang pada wilayah trayek tersebut.
6.
Dibuat sistem
penomoran, penamaan, atau pewarnaan angkot yang sesuai trayeknya.
7.
Meniadakan atau membatasi
penggunaan aksesoris dan sound system
pada angkot.
Dengan adanya perubahan
paradigma dari “kendaraan angkutan umum yang memerlukan penumpang” menjadi
“penumpang yang membutuhkan angkutan umum”, maka;
1.
Para pengendara
angkutan umum mempunyai kesadaran berkendaraan yang bertanggung jawab dan
tertib lalu lintas. Dengan sendirinya penumpang sebagai pengguna jasa angkutan
umum dan pengguna jalan pun digiring untuk memiliki tanggung jawab dan
ketertiban yang sama.
2.
Tercipta persaingan
usaha yang sehat dalam usaha jasa angkutan umum.
3.
Manajemen kendaraan
menjadi lebih baik, tidak ada lagi perebutan penumpang.
4.
Para penumpang
tidak mempunyai pilihan dalam menumpang angkot dan tercipta kesadaran
menghargai waktu.
5.
Dampak kebisingan
lalu lintas dapat ditekan sehingga tercipta lingkungan pemukiman yang nyaman dan
orang–orang dapat bekerja dengan baik, serta penumpang angkot dapat menikmati
perjalanan yang nyaman dan terhindar dari gangguan kesehatan akibat dampak
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar