Minggu, 23 Juni 2013

Puisi Kebun


Puisi Kebun

Ada yang pernah berkebun sesingkat satu musim panen
Sebelum kemarau melahap kehijauan yang subur
Di celah palawija, diam–diam tertitip syukur untuk masa yang tak harus berjumlah

Ada yang menapak akil balik dalam gelap
Air mata mengembun membutakan harapan
Esok bagai mustahil terpijak bagi yang ternista tanpa tiara

Ada yang tak pernah kenang, tatap pertama pada jumat yang terik
Tapi ada yang diam – diam menitip syukur pada tanah yang rengkah
Duhai, ada yang duduk membaca sementara dada telanjang menadah angin

Dunia sungguh semesta yang labirin
yang kalut melangkah asal, pasrah pada probabilistik
Betapa dipuja hari itu
Betapa elok musim ketika alam hanya bersolek kembang gamal violet
Nasib baik terijin bagi sua yang bukan sejarah memar

Ada yang pernah berkebun sesingkat satu musim panen
Sebelum kemarau melahap kehijauan yang subur
Di celah palawija, diam–diam tertitip syukur untuk masa yang tak harus berjumlah

Duhai, ada yang seakan gemar bertelanjang dada
memamer postur yang perwira
menadah lembab usai hujan lepas tengah hari

Yang kalut menapak kebun
menjemput esok yang riang
Diam – diam ia menitip gelora pada angin yang wangi petrichor
Oh, betapa aksen tuan melagu merdu
menerbit rona sewarna senja

Maka terijinlah semalam bersama jurnal
bermalam – malam bersama cerpen Kompas
sampai pena dan kertas menjadi lenso penyeka duka

Ada yang pernah berkebun sesingkat satu musim panen
Sebelum kemarau melahap kehijauan yang subur
Di celah palawija, diam–diam tertitip syukur untuk masa yang tak harus berjumlah


24 Juni 2013
untuk I.T