Sabtu, 13 Desember 2014

Berkenalan Dengan Kimia



Kimia, kata yang sering dipakai orang untuk merujuk sesuatu yang berbahaya, misalnya produk makanan dan minuman atau kosmetik dewasa ini dituding berbahaya karena mengandung berbagai bahan kimia. Kampanye back to nature kemudian disuarakan. Berbagai iklan produk tertentu mengusung tema tersebut dan dengan percaya diri menyatakan bahwa mereka menggunakan bahan–bahan alamiah yang lebih baik daripada bahan–bahan kimia.
Bagi saya, tudingan itu agak keterlaluan karena sesungguhnya ilmu kimia tidaklah penuh hal – hal berbahaya. Bahkan produk herbal yang katanya alamiah dan baik pun melibatkan ilmu kimia dalam rangkaian proses rumit dari penelitian sampai terproduksi sebuah produk yang dikatakan lebih baik itu.
Berangkat dari keprihatinan saya pada tudingan kimia sebagai sesuatu yang berbahaya, saya membuat tulisan ini, sekedar ingin memperkenalkan kimia pada semua yang awam kimia. Sebagai langkah awal, baiknya kita menengok sejenak sejarah perkembangan kimia.

Sejarah Perkembangan Ilmu Kimia
Ilmu kimia memiliki kronologi perkembangan yang cukup menarik. Cikal bakalnya dimulai dari alkimia pada abad belasan. Kata alkimia berasal dari bahasa Arab, al–kimiya  atau al-khimiya yang berarti seni Mesir Kuno. Pada masa itu, Mesir kuno menyebut negerinya ‘kemi’. Mereka memiliki banyak penyihir sakti. Sehingga etimologi itu dikaitkan dengan ‘seni hitam’. Lebih lanjut, alkimia dianggap sebagai suatu psedosains alias sains palsu karena penuh dengan hal–hal mistis. Tudingan itu muncul karena ketidakmampuan manusia di jaman itu untuk menjabar fenomena – fenomena alam yang ada di sekitarnya.
Pertumbuhan alkimia tidak terlepas dari isu transmutasi logam biasa menjadi emas; dari sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, lebih bernilai. Hal ini menanda adanya sebuah kerinduan pada kehidupan baru yang lebih baik. Hal tersebut mengindikasikan adanya perubahan pada pola hidup manusia. Pemicunya adalah bertambahnya populasi manusia sehingga daya dukung alam terhadap kehidupan semakin menurun. Hal ini mendorong manusia untuk berpikir keras demi memenuhi kehidupannya. Manusia mulai demikian terasah untuk berpikir dan berinovasi demi bertahan hidup. Interaksi antar manusia pun memungkinkan perubahan pola hidup antar sesama. Peradaban berubah, budaya tercipta dan berkembang dalam sebuah masyarakat. Dunia menjadi semakin kaya dengan aneka pengetahuan dan pemilahan terhadap hal  baik dan hal buruk termasuk pada nilai segala sesuatu di alam.
Emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi. Nilainya terletak dari sifatnya yang lebih tahan lama dibandingkan perak atau besi yang relatif lebih muda karat. Orang tentu menyukai sesuatu yang awet dan tahan lama. Jadi, semakin banyak orang menimbun emas, semakin kaya ia.
Isu transmutasi logam biasa menjadi emas mencipta spekulasi tentang eksistensi batu bertuah (philosopher stone). Batu ini diyakini dapat mengubah logam biasa menjadi emas. Bisa pula untuk membuat ramuan hidup abadi (exilir of life). Lagi – lagi manusia tertarik pada suatu yang panjang usia, sebagaimana emas, manusia sendiri juga berkeinginan memiliki sebuah hidup yang abadi.
Ada hal dasar yang menarik disini; manusia berpengetahuan dan pengetahuan selalu berkembang. Semakin bertambah pengetahuan, semakin manusia menemukan sesuatu yang tidak sempurna dan selalu terdorong untuk menemukan sesuatu yang lebih baik dan lebih bernilai. Dan ramuan hidup abadi diharapkan memberikan keabadian bagi kesenangan manusia untuk terus hidup, terus mencari, dan terus menemukan.
Terkait ramuan hidup abadi, saya suka mengaitkan alasan kebutuhan manusia terhadap hal ini dengan cerita penciptaan manusia dan alam semesta. Pada awal penciptaan, manusia ditempatkan di taman Eden. Tuhan memberikan kuasa pada manusia untuk menguasai, merawat, dan mencecap segala disana, kecuali dua pohon di tengah taman. Dua pohon itu, pohon pengetahuan tentang yang baik dan buruk serta pohon kehidupan. Tapi tergoda ular, hawa mencecap buah pohon pengetahuan dan menjerumuskan pula adam. Manusia jatuh ke dalam dosa karena melanggar larangan. Ada kerenggangan dalam hubungan horizontal manusia dan Sang Pencipta. Manusia terusir dari taman Eden. Tuhan lalu menutup taman itu dan melindungi pohon yang satunya lagi, yang belum sempat dicecap manusia. “sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan dan memakannya sehingga ia hidup selama – lamanya” (Kejadian 3:22). Untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan, Tuhan menempatkan beberapa kerub dengan pedang yang bernyala – nyala dan menyambar – nyambar. Jadi saya kira, pencarian exilir of life berangkat dari cerita itu.

Tujuan alkimia adalah menemukan batu bertuah dan exilir of life. Tapi ada satu masalah, manusia zaman itu masih terlalu sederhana. Banyak rahasia alam belum tersingkap. Batu bertuah adalah tujuan yang masih terlalu dijabar sesederhana sesuatu yang berperan dalam transmutasi logam biasa menjadi emas. Bagaimana wujud batu bertuah, mengapa ia bisa begitu, dimana bisa ditemukan, dan berbagai pertanyaan lain terkait hal itu sungguh sesuatu yang rumit. Dan seringkali manusia letih untuk berpikir lalu dengan sederhana memberi tudingan atau reputasi tertentu. Alkimia kemudian dianggap psedosains, manakala ilmu itu bisa mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. Banyak orang yang masih bodoh menganggap hal itu sebagai fenomena atau mujizat. Lalu dalam keterbatasannya menudingnya sebagai praktik sihir dan si alkemis dituduh penyihir. Alkimia menjadi psedusains karena cukup lama orang bimbang memilah sains yang misterius dan sains yang mistis. (Yang misterius adalah sesuatu yang masih rahasia dan belum terpecahkan penjelasannya, sementara yang mistis adalah yang rahasia dan mungkin tidak pernah bisa diterima nalar).
Tentang penyihir, baiklah sejenak kita menengok sedikit buku paling fenomenal tentang penyihir, Harry Potter. Sang penulis, J.K. Rowling memulai buku pertama Harry Potter dengan mengusung judul Harry Potter dan Batu Bertuah. Nah, bukankah ini terkait alkimia? Lalu dalam buku itu kita akan menemukan mantra, astrologi, juga ramuan Profesor Snape yang antagonis. Semua dalam buku itu lekat dengan semua kejayaan alkimia, cikal bakal kimia.
Mari kembali pada alkimia, ada dua tujuan yang mempengaruhi pertumbuhan alkimia, kegelisahan pada penemuan batu bertuah dan ramuan hidup abadi. Dua kegelisahan itu mempengaruhi kebutuhan pada ilmu pengetahuan lain, seperti matematika, astrologi, dan sebagainya. Mengapa? Karena orang perlu segala sarana untuk mendukung pencarian demi menemukan yang dicari. Alkimia bertumbuh bersama ilmu lainnya. Mari ambil contoh, astrologi. Orang membaca bintang demi membaca fenomena alam untuk memberi navigasi sepanjang perjalanan untuk menemukan batu bertuah atau tetumbuhan untuk ramuan. Orang memperhatikan musim ketika bertanam dan memanen. Ini selanjutnya berpengaruh pada kandungan senyawa aktif pada tumbuhan yang berkhasihat obat. Nanti ilmu ini dimanfaatkan orang – orang kimia bahan alam, kedokteran, dan farmasi.
Kesederhanaan manusia pada masa itu membuat alkimia juga lekat dengan berbagai simbol–simbol. Simbol membantu memberi bahasa sederhana dari sebuah rangkaian yang rumit. Salah satu simbol yang terkenal adalah ouroboros. Jika anda pembaca karya Ayu Utami, Ouroboros bisa ditemukan di novelnya yang berjudul Lalita. Atau jika anda pernah belajar filsafat, simbol ini pasti tak asing. Tapi jika anda baru mendengar tentang ouroboros, gambarnya kurang lebih seperti ini:




Ouroboros, simbol ular yang memakan ekornya sendiri. Di tengahnya ada berbagai simbol lain. Ular yang memakan ekornya sendiri melambangkan pemusnahan diri sendiri dan penyembuhan diri sendiri. Simbol ini menerangkan siklus kehidupan yang terus berputar, tentang energi yang kekal; tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, hanya bisa berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Dalam lingkaran ular memakan ekornya sendiri ini, terdapat pula simbol – simbol astrologi, seperti matahari, venus, dan sebagainya. Simbol yang sama juga mewakili simbol – simbol unsur kimia seperti emas, sulfur, dan timah. Jadi bisa disini terbaca keterkaitan alkimia dengan astrologi, metalurgi, dan filsafat.
Contoh simbol yang lain misalnya Mangkuk Higieia, yang dipakai dalam dunia farmasi. 

Higieia adalah Dewi penyembuhan. Simbol ini menjabar Higieia sebagai mangkuk yang dilingkari ular. Ular (sebagaimana telah dibahas) melambangkan penyembuhan. Sementara mangkuk adalah simbolisasi perempuan (lebih banyak tentang ini bisa baca di Novel The Da Vinci Code).
Pada dua contoh tersebut, ular membawa makna siklus berkelanjutan dan keselarasan kehidupan di bumi. Ular juga menyimbolkan kebijaksanaan karena mampu membawa arwah leluhur untuk membantu menyembuhkan. Keselarasan bisa kita tafsir juga begini, ketika ular memakan ekornya, ia menelan dirinya sendiri, bermakna menghancurkan sekaligus menyembuhkan. Selain siklus tak terputus terkait hukum kekekalan energi, ini juga menjabar dua sisi kehidupan, bahwa setiap hal muncul berdampingan dengan bayang hal lain, seperti koin punya dua sisi, demikian pula kehidupan, ada yang baik dan ada yang buruk. Maka obat, tumbuhan obat punya efek racun sekaligus  efek obat.
Konsep keselarasan kemudian menjadi hal penting dalam alkimia selanjutnya juga pada ilmu kimia modern. Hal paling sederhana terkait ini, dalam ilmu kimia segala reaksi harus bersyarat setimbang dengan energi seminimum mungkin. Makanya pada awal belajar kimia, kita selalu belajar menyetarakan reaksi kimia juga mengenal simbol unsur – unsur, misalnya H untuk hidrogen, O untuk oksigen, dan sebagainya.
Jika kau memandang kimia sebagai ilmu yang rumit, maka alkimia pun dahulu dipandang begitu. Tampaknya ini warisan yang kejam. Alkimia dituding psedosains, sains palsu, ilmu sihir, dan kimia dituding berbahaya. Tapi mari kita garisbawahi, kimia mempelajari perubahan bentuk yang satu ke bentuk yang lain, seperti sihir, seperti mujizat. Itu keunikannya.
Sayang tudingan dan orang – orang yang latah dengan tudingan membuat lebih banyak orang tak tertarik bersentuhan dengan alkimia. Puncak paling dilematis terjadi pada suatu masa yang terkenal sebagai masa pagan. Masa paling gelap, paling mistis. Ketika agama mulai berkembang, penyihir diberantas. Penyihir tak diterima karena dianggap berbahaya.
(Masa ini mungkin menginspirasi dongeng anak – anak yang kaya cerita penyihir, sebut saja Hansel and Gretel atau Snow White dan Para Kurcaci. Legenda dan dongeng ikut mempertahankan reputasi sesuatu yang tertuding buruk).
Pada masa gelap itu, alkimia mati suri karena aneka pemusnaan. Tapi berkas– berkas alkimia masih ditekuni dengan diam–diam di Mesir. Di tempat lain, alkimia dipraktikan dengan cara berbeda. Seperti di Tiongkok, alkimia berkembang luas dalam praktek – praktek kedokteran, farmasi, dan astrologi. Berkas alkimia tampak pula pada konsep keselarasan berdasarkan karakter elemen ying-yang atau empat afatar; udara, air, api, dan udara, juga kajian – kajian keselarasan dalam karakter unsure kayu, besi, dan sebagainya.
Alkimia perlahan tenggelam kemudian muncul dengan nama baru Kimia. Pertumbuhan kimia dimulai pada era pertumbuhan agama islam. Praktisi yang terkenal adalah Jabir Ibnu Hayyan, yang selanjutnya disebut bapak ilmu kimia. Sumbangan kontribusi Jabir berupa penyempurnaan teknis pada proses kristalisasi, destilasi, kalsinasi, dan sublimasi.
Kimia pun berkembang luas, berbagai cabang ilmu kimia pun berkembang, kimia organik, anorganik, bahan alam, bahan makanan, kimia fisik, kimia analitis, kimia logam, dan sebagainya. Sejalan dengan pertumbuhan ilmu lainnya, teknologi pun berkembang dan membantu menyingkap berbagai fenomena alam. Berbagai alat ukur atau yang mendukung pemecahan berbagai pertanyaan diciptakan.
Satu yang paling menarik di kimia adalah perkembangan teori atom yang memberi peluang bagi perkembangan pemahaman atom sebagai elemen paling kecil di semesta ini. Teori atom memungkinkan suatu pendekatan untuk memahami pola interaksi atom – atom yang rumit. Bagian terkecil ini amat mendasari perubahan wujud zat, sehingga yang semula tertuding sihir berubah menjadi sesuatu yang logis atau bernalar.
Kimia modern sesungguhnya masih mewarisi pola khas sejak alkimia. Misalnya simbolisasi unsur – unsur untuk menyederhanakan suatu pemahaman yang kompleks. Misalnya Oksigen diberi simbol O dan Hidrogen diberi simbol H. Air diberi simbol H2O. Semua unsur lalu tertata dalam tabel periodik berdasarkan nomor atom yang menyederhanakan pemahaman luas tentang jumlah proton, neutron, dan elektron dalam atom, yang lebih lanjut berpengaruh pada karakteristik individualis atom tersebut dan bagaimana interaksinya dengan atom lain. Tabel periodik unsur – unsur kemudian membantu ramalan kemungkinan pembentukan berbagai senyawa kompleks. Misalnya pada air kita bisa menjabar mengapa harus ada 2 atom hidrogen dan satu atom oksigen.
Kimia juga tampak abstrak karena perilaku atom tak visual, tapi bisa terjamah nalar lewat suatu pendekatan matematis yang menjabar suatu pemikiran logis. Kimia selalu berkembang dari pemikiran – pemikiran filosofis tentang kehidupan. Sehingga orang kimia harus pandai berhayal dalam nalar yang baik untuk bisa memahami.
Dalam keabstrakannya, kimia masih misterius bagi yang tak mencecapnya. Ia malah dituding berbahaya setelah jauh sebelumnya dituding mistis. Mari kita ambil contoh satu bahan kimia berbahaya, sebut saja pewarna makanan, sunset yellow atau tartarzine yang popular sebagai pewarna jingga pada produk makanan dan minuman. Apakah ia sungguh buah dari ilmu kimia saja? Pewarna makanan adalah produk sintetis. Kenapa orang membuat produk sintetis? Untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Menjawab kebutuhan hidup, industri makanan membuat aneka produk, yang sekiranya tahan lama. Segala bahan segar ditelusuri senyawa aslinya lalu dibuat modifikasinya. Ini bukan produk praktisi kimia murni saja, tapi juga ilmu terapan lain, seperti teknik industry, kedokteran, dan farmasi. Ketika orang semakin terbuai dengan nikmat produk sintetis, efek penyakit timbul sebagai akumulasi dari konsumsi yang berlebihan dan ketidakselarasan kita mengatur pola hidup. Orang mulai rindu sehat, rindu bebas dari efek negatif pola hidup nikmat yang membuai selama ini. Lalu kerinduan itu terjawab pada ingin teraihnya kehidupan lama yang masih alamiah, masih sederhana, ketika orang makan langsung dari produksi alam bukan produksi pabrik. Orang menggagas makanan organik dan menghindari yang kimia. Padahal yang organik juga produk pemikiran kimia. Misalnya anda mengkonsumsi tumbuhan herbal, tahukah anda, ada penelitian bertahun – tahun untuk isolasi dan identifikasi zat aktif tersebut. Dan para kimiawan bekerja meneliti di laboratorium dengan try and error sejumlah kombinasi pelarut dari bahan kimia yang dituding berbahaya?
Bagaimanapun juga ada yang sudah terlalu terlanjur dari sebuah penilaian. Sejarah panjang kimia sejak alkimia tampaknya menjabar alasan yang mendesak keterterimaan terhadap tudingan terhadap sesuatu. Selanjutnya kimia menjadi bereputasi berbahaya atau tertuding berbahaya. Ini suatu bentuk sederhana untuk membahasakan sesuatu yang rumit untuk dipahami.