Banyak teman sebaya mulai membicarakan tentang jodoh. Saya pun demikian. Usia kami telah mewajarkan hal itu. Kadang dipikir - pikir, lucu juga. Semasa kuliah, hal itu nyaris tak begitu dibicarakan. Kami begitu sibuk dengan urusan perkuliahan, apalagi sebagai mahasiswa jurusan kimia, kami banyak disibukkan dengan kegiatan praktikum. Banyak waktu hanya dihabiskan di laboratorium dan mengerjakan laporan.
Sekali lagi, usia mewajarkan untuk hal itu. Ya, kita mau berpikir apa lagi, setelah tamat sekolah selain bekerja dan menikah.
Jodoh. Setiap mendengar kata itu, saya selalu terlibat perbincangan serius baik dengan diri saya sendiri (dalam suatu komunikasi interpersonal) atau dengan orang lain di sekeliling saya. Dan kami bersepakat, jodoh adalah seseorang yang diciptakan untuk hidup bersama orang yang lain yang berlawanan jenis guna membangun kehidupan selanjutnya di dunia. Sengaja saya pilih kata 'orang yang lain yang berlawanan jenis', karena saya memandang tugas untuk melanjutkan kehidupan di dunia dapat diwujudkan dengan menggenerasikan makhluk - makhluk penghuni dunia dan itu hanya dapat terwujud dari jika makhluk hidup saling berpasangan, lelaki dan perempuan, jantan dan betina. Konsep berpasangan dimaksudkan untuk pencapaian keseimbangan di alam. Hukum - hukum alam mewajibkan hal itu. Lihat saja, atom sebagai bagian paling kecil dan dasar yang menyusun materi turut pada hukum alam, bahwa keseimbangan hanya bisa diraih jika berpasangan. Suatu atom yang kelebihan atau kekurangan elektron akan berada dalam ketakseimbangan. Karena itu, selalu ada usaha untuk mencapai keseimbangan itu. Pada atom, dilakukan dengan mekanisme serah terima elektron, dimana atom yang kelebihan elektron akan menyumbangkan kelebihan elektron itu pada atom yang kekurangan elektron, sehingga tercapai suatu kestabilan, keseimbangan.
Sebagai manusia, kita pun demikian, kita tak akan seimbangan tanpa berpasangan, lelaki dan perempuan. Saya mengabaikan hubungan lesbian atau gay. Bagi saya itu tak wajar dan kita pasti sepakat hal itu merupakan suatu keanehan. Banyak orang menyangkalnya karena manusia diciptakan sebagai lelaki dan perempuan dengan perangkat biologis yang mesti saling melengkapi. Kita tahu, anatomi organ reproduksi dicipta untuk saling menerima dan memberi. Anatomi organ reproduksi perempuan diciptakan untuk menerima dan menjaga. Sedangkan anatomi organ reproduksi lelaki diciptakan untuk memberi dan mengadakan. Sifat - sifat dasar lelaki dan perempuan pun diturunkan berdasarkan anatomi tersebut. Maka, secara kodratif, istilah ibu rumah tangga dibebankan pada perempuan dan kepala rumah tangga pada lelaki.
Kembali ke jodoh, saya memandang konsep perjodohan manusia seperti ini; lelaki adalah mereka yang kekurangan satu ruas rusuknya dalam proses penciptaan seorang perempuan dan perempuan adalah mereka yang raganya diciptakan dari rusuk yang diambil dari si lelaki. Dengan cara berpikir seperti ini, saya memaklumi jika kebanyakan lelaki lebih agresif atau lebih aktif untuk memulai sebuah perjodohan dengan perempuan. Maksud saya begini, dalam kehidupan apabila dua orang saling menyukai, lazimnya lelakilah yang lebih dulu mengungkapkannya. Meski era modernisme membuka peluang untuk bagi sebagian perempuan untuk mendobrak kelaziman tersebut, namun kebanyakan perempuan masih memegang gengsi atau mengatasnamakan harga diri untuk tidak lebih dulu menyatakan suka pada lawan jenisnya. Dan tiliklah sifat perempuan yang cenderung jual mahal dan lelaki yang cenderung suka mengejar - ngejar. Saya meyakini, sifat itu diturunkan dari proses penciptaan, dari kehilangan rusuk untuk membangun raga pasangannya.
Karena konsep kehilangan itu, maka wajar jika lebih banyak playboy daripada playgirl. Lelaki terbekali kemampuan untuk bermulut manis, pandai merayu, dan menggombal. Dan perempuan terbekali untuk luluh pada rayuan dan mulut manis lelaki. Perempuan terkodratkan untuk cenderung pasif dan lelaki terkodratkan untuk cenderung aktif. Ada pula konsep gua dan ular pada penggambaran anatomi organ reproduksi. Tentu tahulah, siapa gua dan siapa ular.
Saya hanya mau menyampaikan, apapun yang kita coba kita dobrak dalam kehidupan ini, apapun proses kehidupan yang telah berkembang dari jaman ke jaman, ada beberapa nilai kodratif yang tak bisa kita sangkal dengan mudah.
Dan kembali ke jodoh, siapakah jodoh saya? Siapakah jodoh anda? Siapakah jodohnya?
Kita tak pernah tahu siapa mereka. Mereka adalah milik hari esok. Sayangnya, kita tak pernah bisa menjangkau hari esok. Sedetik ke depan terlalu pekat untuk kita telusuri. Yang dapat kita lakukan adalah berproses untuk menuju ke sana.
Dalam keberimanan, kita menerima dan meyakini bahwa jodoh ada di tangan Tuhan. Ia yang menciptakan, jadi Ia yang paling tahu siapa jodoh kita. "Tapi menunggu saja bukan pilihan yang tepat. Kita juga harus mencari", demikian nasihat seorang teman. Saya sempat membantah si teman bahwa dimana kita harus mencari. jodoh tak seperti barang yang dijajakan kehidupan. Bagi saya, jika jodoh pasti dibukakan jalan. Tapi dalam sebuah permenungan, saya menemukan bahwa konsep 'mencari' disini membawa kita pada usaha untuk menemukan. Kehidupan menyediakan berbagai pilihan. Kita diberi peluang untuk memilih. Tak ada salahnya kita memilih untuk menemukan jodoh kita. Memilih disini tidak berarti kita menyangkal takdir, menyangkal perjodohan yang telah ditetapkan Tuhan sebelumnya. Tapi saya percaya, terlalu banyak peluang dalam kehidupan seseorang. Ibarat sebuah labirin, jodoh bagai tujuan akhir yang akan kita capai, tapi ada banyak jalan atau lintasan acak yang rumit menuju ke titik akhir itu. Mau lewat jalan yang mana, kita yang memilih.
Maka dalam kehidupan ini, mungkin kita akan membina hubungan dengan beberapa orang, mungkin beberapa diantaranya bagai jalan yang akhirnya buntu dan kita harus mencari jalan lain lagi.
Jadi, jangan terlalu bersedih apabila putus cinta. Bangkit dan terus berproseslah. Ibarat berada di lintasan dalam sebuah labirin, masa kita mau duduk menangis di jalan yang buntu itu tanpa mau mencari jalan lain?
Selain itu, dalam stiap hubungan kita dengan siapa saja, akan terbangun sebuah jaringan - jaringan pertemanan, kekerabatan, atau relasi yang akan menjadi jalan yang akan membawa kita menuju si jodoh itu.
Sekali lagi, hidup menyediakan pilihan dan peluang. Jodoh itu telah ditetapkan. Maka berproseslah, temukan ia.