Selasa, 27 September 2011

Sedikit Kesan tentang Novel Manjali dan Cakrabirawa

 Sedikit Kesan tentang Manjali dan Cakrabirawa

Menjelang akhir April 2009, saat mengunjungi sebuah pameran buku, saya melihat novel berjudul Bilangan Fu, karya Ayu Utami. Saya langsung excited mengingat sebelumnya saya begitu terkagum - kagum dengan Saman, novel pertamanya. Ketika itu, harga yang ditawarkan untuk novel tersebut cukup murah dibandingkan harga normalnya. Sayangnya, di sebelahnya ada novel The Pillar Of The Earth karya Ken Follet, sebuah novel terjemahan yang jauh lebih tebal daripada Bilangan Fu dengan harga yang menggiurkan. Saya akhirnya mengabaikan Bilangan Fu dan membeli novel terjemahan itu. Saya pikir harga yang ditawarkan cukup murah untuk ukuran novel terjemahan yang setebal itu. Lagipula kapan lagi ada pameran sehingga saya dapatkan harga semurah itu? Sebijaknya ketika itu saya membeli dua novel sekaligus tapi berhubung ketika itu saya masih fresh graduate dan baru mulai bekerja alias penghasilan saya belum seberapa dan selalu terkena virus kanker (kantong kering) di bulan tua, terpaksa saya harus memilih satu diantara dua. Pemilihan The Pillar Of The Earth bukan tanpa alasan, bukan karena itu novel terjemahan tapi karena beberapa waktu sebelumnya saya  menonton The Oprah Show dan sang penulis diwawancarai Oprah tentang buku tersebut. (sayang, karena kesibukan sampai hari ini novel itu belum selesai saya baca)

By the way, setelah menemukan Manjali dan Cakrabirawa di Gramedia dan membacanya, saya menyesal karena dulu tak membeli Bilangan Fu. Tapi atas kebersikerasan saya, beberapa bulan kemudian saya pun memiliki Bilangan Fu atas jasa seorang sahabat.

Manjali dan Cakrabirawa ini adalah novel pertama dari seri novel Bilangan Fu. Bagi saya, Manjali dan Cakrabirawa adalah novel yang manis. Saya membacanya berulang - ulang. Terlepas dari pendapat beberapa orang bahwa novel ini agak dipaksakan sebagai respon atas kesuksesan Bilangan Fu, saya tetap menyukainya. Saya merasa kisah cinta terlarang dan tersembunyi antara Marja dan Parang Jati jauh lebih menggetarkan saya ketimbang kisah Saman dan Laila atau yang lainnya sepanjang Saman dan Larung. dan sebagai perempuan, kiranya wajar saya katakan bahwa saya jatuh cinta setengah mati kepada karakter Parang Jati. 

Satu hal positif seusai membaca Manjali dan Cakrabirawa, saya jadi sangat tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang budaya Indonesia. Setelah itu, saya banyak mencari cerita rakyat dan berbagai adat istiadat di NTT. Dan yang agak berlebihan, sampai detik ini saya jadi malas membaca novel terjemahan, maunya cari novel yang isinya paling sedikit menyentil budaya Indonesia.

Isi novel secara keseluruhan begitu lancar dengan pemilihan kata - kata puitis yang menjadikan novel ini tidak membuat kening berkerut seperti ketika membaca Bilangan Fu. Namun, endingnya terkesan agak dipaksakan. Ah, biar bagaimana pun secara keseluruhan saya menyukai ceritanya, tentang petualangan menjelajah candi - candi dan cerita - cerita rakyat dan pewayangannya.
Berikut ini beberapa kutipan yang saya senangi dari novel Manjali dan Cakrabirawa:
  • Dan jika kebetulan - kebetulan itu terlalu banyak dan cocok satu sama lain ... Anda percaya bahwa itu adalah serangkaian kebetulan belaka? (hal.17)
  •  Setiap malam, sebuah dongeng diniatkan agar birahi sublim dalam narasi. (hal 98)
  • Tabu adalah sesuatu yang tak boleh kau katakan, sebab jika kau mengatakannya kau akan merusak maknanya. (hal. 110)
  • Jika kebetulan terjadi terlalu banyak, seorang beriman akan mencari rencana ilahi, seorang ilmuan akan mencari pola - pola. (hal 199)
  • Orang menyebutnya ILHAM. Tapi bisa saja itu datang dari suatu proses, setelah kita membiarkan diri mengalami yang lain. (hal 217)
  • Bahwa ia melihat sesuatu di dalam sana, itu lebih menggetarkan ketimbang bahwa sesuatu pada dirinya dilihat si lelaki. (hal 3)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar